You Can Do Anything If You Believe It! (Bunda Bisma - Widya)
Minggu, 27 Oktober 2024
Peserta Selundupan yang Beruntung
Minggu, 08 Oktober 2023
PEJUANG ILMU
*Tarian Pejuang Ilmu*
Seberkas sinar pagi menyapa langit
Menyebar memberi dekap yang hangat
Berdentang genta kecil di nurani
Semangat membuncah, tak kunjung padam.
Wadah ilmu kujinjing di bahu
Sesungging senyum iringi kicau nan merdu
Langkah kaki melompat di batas waktu
Tersenyum bunda dalam doa sendu.
Tangan menggenggam berbagi keluh
Bersama sahabat penawar rindu
Saling kuatkan
raga yang letih lesu
Demi satu asa, ku tak kan luruh.
Jika hari ini kau menyerah
Pastikan esok kau akan melangkah
Masa depan tak semudah berkata
Harus berjuang sekuat tenaga.
Boleh jatuh tapi jangan putus asa
Genggam erat seluruh cita
Lukis dalam rinai penuh warna
Sukses itu pasti milik kita.
Kita akan mengguncang dunia
Lambungkan kisah sukses milik kita
Saling mendukung tak kenal lelah
Demi tugas belajar yang mulia.
Jangan menyerah kawan
Kobarkan asa dan cita
Bersama kita pasti bisa
Karena kita adalah sang *JUARA*.
Senin, 21 Agustus 2023
MALANG
Pagi ini di kotaku
Dingin menyelusup ke tulang sulbi
Mengisi peparu dengan udara kaya nutrisi
Ditimpali siluet sang surya yang jengah
Menyemburat di antara kanopi dan pucuk cemara.
Pegunungan menjulang laksana penjaga bentala
Membentang berdzikir dalam tapak kuasa Sang Ilahi
Sepotong surga yang diletakkan di sini,
Di Kota Malangku ini.
Senyum kami ramah membuncah
Menyungging di tiap sudut kota
Menggiring seribu langkah
Untuk kembali kesini
mencumbui dalam renjana.
Malang, 19 Agustus 2023
Rinaimu yang Palsu
Rinaimu yang Palsu
Oleh: Widya Arema
Langkah tertatih berbalut rimpuh
Air mata berkawin dengan peluh
Berderai membasahi hati yang rumpang
Hampa tiada tersentuh.
Secawan hati yang kusuguhkan di altar kisahmu
Kau ludahi dengan semena
Menjambak rasa sadarku
Akan semua kepalsuan latimu.
Aku jelata yang berjuang dalam rinaimu
Terhanyut dalam cinta berbalut senyum palsu
Katup hatimu terlanjur terbungkam
Kuketuk dengan semena
Namun tertutup tiada celah.
Kini aku akan pergi
Saat kulepas oksigen terakhir
Meninggalkan jejakmu
Yang kemudian lenyap ditelan sepi.
Senin, 14 Agustus 2023
RINDU
Tergugu aku di sudut keluh
Menggambar senyummu yang biru
Pada senja yang riuh aku merayu
Bolehkah kutitipkan sketsa rinduku.
Tersekat rinduku, di ubun-ubun senja
Mendekap, merayu sang waktu agar mau sekedar singgah
Hadirkan rinai yang luruh dalam tapa
Melengkung, bersisihan dengungkan rapal mantra.
Sungguh aku telah menitipkan pada sang bentala
Pelangi rasa resah berkawin renjana
Layaknya sindur beradu selimut malam di batas senja
Sekejap...
Namun mencipta arupa warna.
Untukmu yang tersenyum disana..
AKU RINDU
AKU RINDU
Kamis, 20 April 2023
Raya Yang Merindu
Raya yang Merindu
Oleh : Widya Arema
Bola mata dewa perlahan menuju singgasana. Seperti separasi layar kehidupan. Hitam, putih, jingga dan kelabu. Biru langit mulai berubah warna, menyenja di belahan bumantara. Selimut malam mengganti tahta di bentala. Putaran rolnya bergetar cepat. Hingga riuhnya membuyarkan sekawanan burung yang sedang khusyuk berdoa. Berjejer di atas ranting sebuah menara. Kidung takbir bersahutan menembus lorong ruang dan waktu. Menghiasi malam yang panjang dalam lisan yang basah dengan dzikir dan doa. Suara beduk bertalu pertanda kemenangan dikumandangkan. Allohu Akbar..Allohu Akbar..Walilahilham.
Sang alam raya sedang berpesta. Langit berpendar arupa warna. Suka, duka, syahdu berkahwin dalam satu wadah angkringan rasa. Saat seluruh penjuru alam bersuka dalam takbir kemenangan. Terpuruk daku di sudut sepi. Meratapi sepotong hati yang perih, terkoyak, tercabik hingga berasa mati. Sepi dan hening yang kurasa. Hanya ada rindu yang tercekat di laring suara. Ibu..aku rindu.
Masih kuingat hari itu, telepon berdering memecah hening di ruang kamarku.
“Nduk, kamu sudah dua Minggu ini tidak pulang, bagaimana keadaanmu. Sehat kan Nduk, sapa suara lembut itu. Maaf bu, saya sedang sibuk. Tugas dari kantor semua menuntut untuk diselesaikan, “ucapku tegas.
“Oalah ya wes nduk jika begitu kondisinya. Kamu jaga kesehatan ya nduk, jangan lupa makan, “suara berkabut menutup bincang sore itu.
Ternyata itu perbincangan terakhirku dengan malaikatku. Sakit struk mengambil semua batas kesadaran ibu. Suara yang biasanya menyerukan doa-doa kini hening. Tangan lembut yang mengelus rasa sakit, kini kaku dan lemah. Tatapan mata yang biasanya penuh semburat warna, kuyu hanya menyisakan denyut kehidupan yang masih ada.
Seminggu kemudian,,
Gerimis turun membasahi rona bumi. Gulungan awan berlomba menutupi setiap sudut hati ku yang basah. Siang itu aku sudah berada di pemakaman. Tetesan bening netra membasahi kembang setaman yang ditaburkan di atas pusara. Suara adzan pelan ditimpali doa serta isak tangis bercampur seribu tanda tanya mengambang di sudut abu-abu.
“Kenapa secepat itu ibu meninggalkanku?”
Suara teriakan lincah bocah-bocah membawaku kembali dari kenangan itu. Tahun ini lebaran ku tanpa dia. Dia muara tempatku berasal. Memandu jalan kupu-kupu hingga aku tegak menopang langit di atas kepala.
“Raya kali ini sepi tanpamu Bu. Kue nastar, dan stik keju yang biasanya memalingkan pandanganmu, tlah berjajar rapi. Tersaji di atas toples berdebu, tak tersentuh.
Sepiring juadah yang jadi makanan yang ibu wajibkan setiap raya mengepulkan aroma rindu. Seperti rindu anakmu, rindu yang lupa berteduh.
Kuhamparkan sajadah di sholat Iedku. Sejuta doa berotasi di pusaran rindu. Kutitipkan sepotong keluh dalam udara pagi itu. Ikhlas ucapku bertalu, tapi kenapa rasanya sesak menusuk sembilu?
Suatu hari aku akan belajar itu Ibu. Belajar mengikhlaskan kepergianmu. Senyummu akan kulukis di setiap lanskap pelataran hatiku. Pucuk-pucuk rindu akan kurawat di siluet senjaku. Sedangkan bilur-bilur waktu yang menghilir, setia bercerita kisah tentang mu. Malaikat tanpa sayap. Kutengadahkan kedua tanganku. Dalam pejam mataku aku berbisik merayu.
“Ibu, engkau sudah tenang bersama Robbmu. Memandang anakmu dari zona berbeda yang tak bisa kusentuh. Kutitipkan sejumput doa atas rasa terimakasihku. Tolong sampaikan pada Tuhan, pesankan aku tempat di sisimu. Agar suatu hari nanti, aku bisa berbincang denganmu. Menyentuh ujung kakimu sambil berkata, ibu...maafkan aku.
.Juara 1 tulisan prosais terbaik dari 106 peserta kelas menulis Babad
Sabtu, 08 April 2023
CURICULUM VITAE
Rabu, 22 Maret 2023
OJO DUMEH (Don’t Just book from the Cover)
“Janganlah kamu membenci sesuatu
secara berlebihan bisa jadi kamu mencintainya”.
Layar virtual telah tersaji di depan mata. Wajah-wajah
sumringah satu-persatu mulai berlaga. Sesaat terdengar beberapa suara ramah
saling menyapa. Ada pula yang saling
bertukar kabar karena terlewat kesibukan yang begitu mendera. Sesaat
pandanganku terpaku pada sesosok wajah. Seraut wajah manis berkacamata, dengan
aksesoris headseat di kepala. Senyum mengembang ala artis yang tebar pesona.
Beberapa dari peserta rupanya kenal dengan dia. Dengan gaya renyah menjawab
semua sapa dari peserta dengan ramah.
Kuingat
wajah ini beberapa kali sering kutemui di layar zoom. Saat aku membawakan
acara, orang ini selalu nongol dan menguasai layar dengan semena. Rasa kurang sukaku
padanya semakin bertambah takarannya. Penilaianku gayanya sok keren dan sok iyess. Seketika
terpaku dalam benakku, “aku tidak suka dengan orang ini” ucapku.
”Siapa
sih dia, yang jadi host kan gue. Kenapa hampir di setiap acara orang ini selalu
nongol dengan seenaknya. Bikin mood gue menguap seketika”, batinku penuh rasa
jengkel. Belakangan baru kutahu kalau dia memang selalu dipinta teman-teman
untuk memback-up acara virtual. Karena dianggap teman-teman memiliki sinyal
yang paling kuat. (coz suka bawa tower kemana-mana, he he he he)
Rasa penasaran dan jengkel berkawin
menjadi satu. Tentu saja rasa jengkel tetap jadi pemenangnya. Kusimpan segala
rasa penasaran tentangnya dalam hati. Pun aku tak pula bertanya pada sobat
onlineku tentang siapa dia. Who is she?
Hingga
saat pertemuan kelas belajar selanjutnya. Tiga kali berturut-turut aku dipinta
founder kelas belajar untuk menjadi ketuanya. Bukan karena kemampuanku sih,
karena di atasku masih banyak langit yang melebihi potensiku. Aku anggap ini
sebagai amanah untuk men-challenge diriku dalam leadership. Rapat dan pertemuan ruang
virtual segera di gelar. Menentukan siapa yang jadi petugas dan narasumber di
tata dalam jadwal yang terencana. Bismillah, kelas sudah siap untuk dibuka.
Sebagai ketua pelaksana aku selalu berusaha memastikan kelas tidak kosong saat
jam belajarnya. Jika ada narsum yang tidak bisa, team sigap sat set wat wet meroling, menghubungi
dan reschedule ulang jadwal dengan tepat. Beruntung aku memiliki teman-teman
sigap yang bekerja tanpa pamrih dengan totalitas luar biasa.
Saatnya
perekrutan tim inti. Ada beberapa nama yang dimasukkan dengan usulan kawan
senior karena dianggap mampu dan bisa bekerjasama. Kukernyitkan keningku, saat
membaca “orang itu” ada dalam salah satu nama yang dimasukkan jadi panitia
inti.
“Beb,
ini banyak sekali orang baru di grup inti, bisa-bisa bukan jadi grup inti lagi ne”,
protesku pada Bintang sahabat karibku.
Bintang
menjawab dengan satu ucapan favoritnya, ha ha ha…iya.
Akupun
tak banyak bertanya lagi tentang dia, ga penting ucapku. Lagian dia juga jarang
melontarkan komentar di grup. Kuanggap “dia” hanya pelengkap saja. Hingga saat
kelas belajar hampir memasuki putaran akhir. Si Dia sudah dua kali tak menjalankan
tugasnya. Kemarahan dan timbunan rasa jengkel yang terpendam membuncah seketika.
Kulabrak Bintang yang kuanggap kenal dengannya.
“Beb,
siapa sih ne orang, enak banget menyerahkan tugasnya sebagai moderator pada
orang lain. Jadi orang ga bertanggung jawab banget dia. Sini bagi nomernya ke
aku, aku akan japri dia, liat saja akan kulibas dan kumarahin. Oh ya lain kali
jangan diberi kesempatan lagi untuk menjadi petugas. Heran, aku ga ada tanggung
jawabnya sama sekali, sudah ga pernah aktif di grup remehin tugas lagi” ucapku
marah pada sobatku.
Bintang
mencoba meredakan amarahku. Uniknya sobatku satu ini punya kemampuan seperti
es. Mampu mengademkan otak dan amarahku.
“Sudah
cinta..biar aku saja yang sampaikan. Dia sedang sibuk PPG, ga pa pa aku yang
akan hendel tugasnya,”ucap Bintang dengan intonasi lembut seperti biasa. Dalam
hati aku masih bertekad akan menegur dia dan memberi pelajaran. Karena tergerus
kesibukan akupun terlupa. Hal yang kemudian saat ini aku syukuri. He he he.
Mindseat
aku tetap bertahan dengan angkuhnya, si sok iyess yang banyak gaya. Ha ha ha
ha.
Si
Sok Iyess, yang kuketahui bernama Senja ini rupanya seorang ahli IT. (bahkan
sekarang kuketahui dia seorang yang multitalent). Saat kelas belajar mengadakan
acara Temu Penulis, aku dipercaya menjadi sie acara. Karena beberapa kesibukan
yang menyita, sang sekretaris kurang bergerak dengan cepat. Suatu hari dilayar
HP kulihat ada flyer yang tersaji. Hemm cukup bagus. Sesaat kuketahuinyang
membuat adalah si Dia. Berhubung yang membuat Senja dan dia tidak masuk dalam susunan
panitia, segera kucancel flyer itu dengan semena. “Maaf mohon tidak memakai
flyer ini, karena kita sudah memilki sekretaris yang dapat bekerja sesuai job
discnya”. Jika kuingat-ingat saat ini, aissh jahatnya aku.
Hingga
acara kopdar berlangsung, aku bertemu dengannya secara langsung. Aku melirik
sepintas gaya dan penampilannya. Untuk menjajagi fighting he he he. Heem
gayanya unik, berseragam batik tapi bawahannya celana bersepatu kets. Cool
banget. Kuacungin jempolku untuk memuji gayanya yang kurasa gila. Dalam hati ku
berkata, gile banget nee orang acara resmi beraninya bergaya santai.
Saat
membaca puisi lucu, Bintang menyodorkan namanya untuk mengganti seorang kawan
yang mendadak tak bisa. Karena situasi yang sudah mendesak, aku anggukkan
kepala dengan terpaksa. Itu pertama kali aku bicara dengannya sebagai seorang
kawan.
Semakin
kesini hubunganku dengannya menghilir seperti air. Bintang menawarkan kita
video call bertiga untuk membahas suatu acara. Baru terbukalah semua
pemikiranku tentangnya. Mindseatku tentangnya sok iyess, menguap seketika.
Setelah beberapa kali berkomunikasi dengannya, memang dia iyess kok. Gayanya
yang cool, menyembunyikan beragam talentanya yang luar biasa. Dan satu lagi
yang membuat aku segera klik dengannya. Level “edan” kami ternyata sama. Rupanya
Bintang tak pernah menyampaikan setiap keluh kesah kami masing-masing. Karena
Jingga rupanya juga memilki rasa sebel padaku, karena sikapku yang senioritas
dan cukup arogan. Bintang menyimpan
dengan rapat, dan memiliki misi untuk menyatukan kami berdua. Bintang berpikir
sebenarnya dua orang ini bisa klik
karena memiliki beberapa kesamaan.
Satu
pelajaran berharga yang kudapatkan, jangan cepat menilai orang dari penampilannya.
Bisa jadi dalam dirinya ada pijar yang akan
memberikanmu rasa hangat. Bertiga
kami akan melangkah mencocokkan setiap puzzle agar terkait dan bisa memberi
makna.
Pada
kalian sahabatku, kutitipkan hati ini untuk selalu merindu dan menghilir dalam
setiap temu.
Senin, 13 Maret 2023
SENJA
SENJA
Senja hari ini terlalu jingga
Membias menutupi pucuk cemara
Lentik sinar emasnya
Membawa kerudung malam
Mengkidungkan rintihan nan sepi.
Senja ini aku pulang
Akankah tari sukma menyambut lara?
Menutup luka perih
Mencumbui sunyi
Dalam keagungan Sang Dewi.
Bulan edari sang perawan
Menciduk hati yang hampa
Setenggak harapan yang pernah ditawarkan
Menguap ditimpali lukisan malam.
Kepakan camar tarikan rintih malam
Mejingga di siluet mata dewa
Nanar menatap pemilik hati,
yang kosong setia menunggui pagi.
Senja tak pernah ingkar janji
Melingkupi senyap temaram
Esok kan bawa sejumput pagi
Menghadirkan riuh lukisan
Berwarna-warni.
Rabu, 04 Januari 2023
"What
is a friend? A single soul dwelling in two bodies." Aristotle
Apa itu sahabat? Satu jiwa yang tinggal dalam dua tubuh.
Ikatan persahabatan sejatinya berkaitan dengan emosi dan
psikologis yang dalam dari dua orang atau lebih. Di mana bahan bakarnya adalah
kesetiaaan, kekariban dan kasih sayang. Layaknya makhluk sosial yang memerlukan
individu lain untuk melengkapi jalan
hidupnya. Dan jika ada orang yang tak bisa hidup tanpa sahabat, itu
adalah SAYA.
Sangat menyenangkan dikelilingi teman-teman yang baik
dalam hidup. Akan tetapi hidup lebih berwarna jika memiliki sahabat. Seseorang
yang kita panggil ‘RUMAH. Tempat kita berbagi kisah, berkeluh kesah, berbagi tawa dan tangis atau bersama
mentertawakan kerasnya hidup.
Dalam kisah kali ini saya tidak hanya bercerita tentang
satu sahabat, tapi saya akan bercerita tentang tiga sahabat saya. (sstttt karena ketiga-tiganya bergabung di
antologi yang sama, bisa geger negara api jika hanya menulis salah satunya
wkwkwkwk)
Yang pertama, seseorang yang kupanggil ‘rumah’ adalah
Chaula Handayani. Ikatan persahabatan kami terjalin cukup lama hampir 17 tahun.
Ada sebuah ungkapan bahwa seseorang akan berkumpul dengan golongannya yang sekufu. It’s alright. Ibarat peribahasa Jawa kaya mimi lan mintuna. Hubungan dua
orang yang erat, dan sepadan. Ya itulah kami. Pemikiran, ide, hobi, kegemaran
bahkan level “kegilaan” kami sama. Bonding
yang terjalin begitu kuat. Feeling yang tercipta ter senada. Apalagi kami sama-sama menjadi team teaching.
Partner dan rekan kerja di kelas satu.
Selama 10 tahun kami membangun mimpi berdua, memiliki
dunia kecil di mana hanya ada aku dan dia. Bersamanya terpenuhi segala rasa,
tercukupi segala pinta. Apa yang kupikirkan belum tersampaikan dia sudah
merasa. Saat hatinya gulana, mulut belum terucap aku sudah mengetahuinya. Kami
tak butuh siapapun jua. Its enough for me and
her. Waktu Minggu yang
menjadi penanda satu pekan seringkali kami salahkan. Karena menjadi jeda bagi
kami untuk tak bersua. Hanya satu hari berselang, tapi cerita yang ingin kami rajut berdua begitu sesak membuncah. Ahh kami seringkali tak sabar untuk segera berjumpa.
Satu kebiasaan yang acap kami lakukan berdua adalah
jalan-jalan. Biasanya dalam satu Minggu selalu ada waktu untuk kami berdua
merefresh segala penat. Entah itu jalan ke mall, makan di restoran atau sekedar
jalan-jalan di taman Kota Malang, Sambil hang
out berdua ada saja cerita lucu yang membuat suasana riuh dengan tawa. Jika
kalian bertanya apa ndak bosan selalu
berdua? No… tidak. Karena setiap hari selalu tersaji menu dalam warna yang
berbeda. Kadang hijau, biru, hitam atau merah muda. Bagaimana kami merasa bosan
jika kebersamaan kami layaknya udara yang kami hirup? Kami sesak napas
tanpanya. Merasa lelah tanpa rumah tempat berdermaga, dan tak bisa terbang
jauh dengan sayap yang patah. Persahabatan kami solid. Saling menguatkan,
mengukuhkan dan melengkapi. Aku adalah seseorang yang merasakan berlipat sakit
saat sahabatku terluka. Aku adalah seseorang yang merasakan berlipat sedih saat
sahabatku nelangsa. Itulah gambaranku yang mencintai sahabatnya begitu dalam.
Hingga Allah bekehendak
lain, kami terpisahkan oleh suatu peristiwa. Rupanya Allah ‘cemburu’ dengan
cinta kami berdua. Cinta yang terlalu. Allah hanya ingin ciptaanNya lebih mencintaiNya di bandingkan mencintai makhluk
lainnya. Di usia pertemanan kami yang ke 10 Allah menguji kami berdua. Chaula
adalah sosok yang erat memegang teguh prinsipnya. Apalagi jika itu berkaitan
dengan harga diri. Sebuah peristiwa terjadi di sekolah kami hingga menyentil
harga diri dan mengusik prinsip hidupnya. Kekokohan hatinya saat itu setegar
karang. Segala bujuk, rayu hingga ancaman dariku tak membuatnya bergeming. Ia
memutuskan keluar dengan meninggalkan sekeping hati yang patah. Akhirnya diusia
persahabatan kami ke 10 dia pergi meninggalkanku. Kami sama-sama nelangsa karena
tlah kehilangan rumah.
Runtuhlah duniaku sejak saat itu. Hari-hari yang suram
terus menaungiku. Ku ingin berteriak pada dunia, aku jatuh tanpamu. Tapi seolah
dunia menutup mata dan telinga atas protes kami berdua. Selang tiga-empat bulan
kami baru bisa move on menerima segala suratan cerita. LDR kami lalui. Sebagai
gantinya pesan whatsApp menjadi pengganti
diri. Dalam satu bulan kami sisihkan
satu hari untuk bersama-sama. Me time.
Menghapus jutaan rindu dan mengalirkan kisah yang terbendung bagai aliran air tersumbat
yang membuncah.
Kini persahabatan kami telah memasuki angka 17, ternyata
jarak tak menghalangi rajutan rasa sayang kami berdua. Insyaallah kami akan
tetap bergandengan tangan menua bersama.
-----000-----
Engkau seperti pagi, berpijar bak mentari yang mengepakkan sayap
semangat
Kau adalah mentari yang selalu datang dengan 'selamat pagi' yang
mengingatku
saat kesedihan datang
Dan tetap tinggal saat senyumku kembali terang.
Mungkin di antara pembaca ada yang mengenali gaya bahasa pada diksi di atas. Diksi yang levelnya
jauh di atasku. Deretan kata apik
yang membuatku jatuh cinta pada penulisnya. Ya jatuh cinta. Jika biasanya cinta
datang dari mata, maka kali ini cinta datang dari rasa. Betul rasa keindahan.
Awalnya hubungan kami hanya
sebatas peserta dan narasumber. Tempatku bertanya, diskusi dan sharing. Aku
adalah seseorang yang memulai hubungan dengan mengandalkan intuisi. Saat
feelingku merasa ‘klik’ maka aku akan
melangkah. Berdiskusi
dengannya aku merasa nyaman, dan enjoy. Aku memberanikan diri mendekatinya. Seringkali aku repotin dia
dengan pertanyaan seputar menulis. Walaupun itu hanya alibi untuk lebih mendekat padanya.
Ibaratnya putaran waktu,
semakin aku berlari semakin menjauh. Semakin ku mendekat kian menghindar. Sikap dinginnya acapkali mencipta gigilku. Kesombongannya
membuatku semakin kukuhkan hatiku. Aku pasti bisa membuatnya membuka
diri untuk singgah di hatinya. Mengalir
saja rasa sayangku hadir untuknya. Entah karena sang waktu yang lelah berlari,
atau hati yang mendingin itu mencair. Akhirnya perlahan ia membuka pintu hatinya untukku.
Butuh usaha untuk menaklukan
hati batu itu. Hati yang dia bentengi dengan karang hanya untuk membatasi
kisahnya dari dunia luar. Saat bersamanya aku menjadi kakak yang siaga melindungi adiknya. Menjadi sandaran bagi rasa gelisah dan sukanya. Aku
siapkan diriku untuk menjadi rumah baginya saat dia ingin pulang.
Hubungan persahabatan itu seperti
halnya pacaran, Kadang tenang dan acapkali bergejolak bak air pasang. Itu yang
sering kami alami. Kuakui merawat hubungan persahabatan LDR itu jauh lebih
melelahkan ketimbang bersahabat di dunia nyata. Acapkali kesalahpahaman
mewarnai kisah kami berdua. Perbedaan bahasa, latar belakang budaya turut andil
di dalamnya.
Satu hal yang tidak bisa
dipungkiri. Deretan bulan dan tahun bukan jaminan bagi persahabatan untuk lepas
dari perselisihan. Tidak peduli besar atau kecil permasalahannya. Berselisih dengan
sahabat seringkali membuat kita merasa serba salah. Itu yang selalu sama-sama
kami rasakan saat aura seteru melingkupi.
Sebab masalah hanya sepele,
PERKATAAN. Yup terkadang salah memahami kalimat. Salah dalam penyampaian, meruncing pada salah paham yang menaikkan level
emosi. Intinya kami sama-sama batu. Orang yang keras kepala dan enggan
mengalah. Tapi semua itu tak pernah berlangsung lama. Cukup dua hari saja. Satu hari untuk instropeksi,
dan satu hari untuk saling menyampaikan keluh kesah. Dan kelarlah masalah hanya
dalam dua hari.
Terkadang konflik bisa menjadi
tolok ukur persahabatan. Apakah engkau hanya teman biasa ataukah benar-benar
seorang sahabat sejati. Konon semakin banyak berantem dan kamu memilih tetap bertahan
satu sama lain. |Itu artinya kalian adalah sahabat sejati. But, jangan dicoba
berseteru yaa, rasanya benar-benar tidak enak.
Kini usia persahabatan kami memasuki tahun kedua. Anehnya
setiap kali berselisih seolah menambah takaran cinta dan sayang kami satu sama
lain. Insyaallah kami semakin memahami satu sama lain. Mencoba bertahan walau dalam hubungan yang sebatas pesan dan emoticon.
Kalian masih penasaran
siapakah sahabat onlineku? Yaa dialah Maydearly
the Queen of diction. Si Jaim
yang lembut hatinya.
-----000-----
Dewasa, renyah dan humble. Siapa yang tak ingin
bersahabat dengan sosok yang demikian. Dia yang selalu mendukungku. Ringan tangan, dan selalu siap membantu. Selalu bersedia menjadikan
dirinya ‘rumah’ bagi setiap kisah warna-warniku.
Kami bergabung dalam kelas menulis yang sama. Yaitu di gelombang
21. Saat itu kami sama-sama menjadi panitia closing. Sering diskusi dan zoom bareng. Belum
ada sinyal untuk bersahabat. Just friend saja. Kemudian dia mengulang di
gelombang 24. Saat itu secara tak sengaja kami lebih intens berkomunikasi dan berdiskusi.
Semakin ke sini banyak kecocokan tercipta di antara kami
berdua. Betul kiranya ungkapan sahabat adalah
satu jiwa dalam dua raga. Dua
raga yang berbeda tapi seolah sama. Langkah kami senada dalam rasa yang seirama. Mengalir saja. Tergelak dalam canda, empati saat
berduka dan tertawa jumawa dalam derai perayaan. Ringan tanpa beban. Saling
membully dan mencandai. Tak ada rasa emosi yang menjadi. Karena kami sama-sama
tahu, hati kami hanya ingin sekedar menghibur diri. Kami sadar di antara
kami banyak perbedaan. Jika ada dua
sisi sungai, selalu ada jembatan untuk menghubungkan. Jembatan kami adalah rasa kasih sayang. Alangkah serunya menerima
segala perbedaan untuk bersama melukis satu keindahan.
Apa karena usia tak jauh beda menjadikan kami selangkah? Maybe yes or no. Saat ini kami hanya
merasa nyaman saat bersama. Kokoh saat merajut asa. Cukup sudah menjadi alasan kuat bagi kami untuk tetap berjalan bersama. Bersamanya
aku berani melukis warnaku apa adanya. Tanpa pencitraan dan tendensi aneka
rupa. It’s me ucapku. Inilah wajahku
tanpa topeng sempurna. Semakin dekat dengan seseorang akan tampak siapa aku
adanya. Aku akan menampakkan sisiku yang berbeda. Sisi yang terkadang tertutupi
oleh tuntutan zona nyaman. Warnaku biru
bukan putih abu-abu. Hebatnya Tazah mau menerimaku tanpa penawaran.
Jangan
mengharap orang lain melewati samudra, jika kau sendiri tak mau melewati
genangan air untuknya. Kami siapkan ruang hati untuk tempat berbagi. Merelakan
sebagian waktu untuk berkomunikasi. Walau itu hanya sepatah kata dan emoticon
sebagai wujud kami saling peduli.
Tazah Emut kepadamu kutitipkan sekeping rasa cinta untuk kita jaga
bersama.
-----000-----
Saat hati mulai terketuk dengan uluran kasih sayang, segera
bukalah pintu hatimu. Jarak, ruang dan perbedaan bukan menjadi alasan untuk
menghindar. Karena Allah tak membutuhkan alasan saat menitipkan sepotong rasa
cinta pada hambaNya. Tergantung pada kita. Membunuh bibit cinta itu sebelum
berkembang, ataukah merawatnya hingga bertunas dan bercabang. Hingga kelak
dahannya yang rindang memberi rasa teduh untuk bersandar.
Jika ingin mendapatkan sahabat yang baik, tanyakan pada
dirimu. Sudahkah engkau menjadi sahabat yang baik pula. Jika memiliki seorang sahabat genggam erat dia, jaga dan
rawatlah dengan sepenuh cinta. Karena melepaskan itu lebih mudah daripada
mendapatkannya.
"I
would rather walk with a friend in the dark, than alone in the light" Helen Keller
Aku lebih suka berjalan dengan seorang teman dalam gelap,
daripada sendirian dalam terang
Peserta Selundupan yang Beruntung
Dering ponsel membuat jeda aktivitasku. Sebuah suara lembut menyapa syandu. “Halo sayang, bunda akan berkunjung ke Malang, bisakah kita bert...
-
Assalamualaikum wr. wb. Hidup sejatinya adalah proses belajar. Sejak kita terlahir dari rahim ibu kita, perjalanan dan proses belajar yang ...
-
Hidup Kedua Widya Setianingsih " Kesuksesanmu diukur dengan kekuatan keinginanmu; ukuran impianmu; dan bagaimana kamu men...