Kusambut
PanggilanMu
Widya
Setianingsih, S.Ag
Sebagai umat Islam kita pasti memiliki cita-cita menunaikan rukun Islam
yang ke 5, yaitu naik haji. Begitupun dengan diriku. Setiap ada teman, kerabat
atau saudara yang berkunjung kesana menimbulkan rasa “iri” ingin kesana juga.
Cerita dari teman-teman yang pernah umroh atau pergi haji semakin membuncahkan
rasa rinduku ke tanah suci. Ziarah ke makam Rosulluloh, sholat di masjid nabi
ataupun menyaksikan kiblatku selama ini yaitu ka’bah.
Seorang ustadz pernah berpesan dalam pengajian rutin di hari Jum’at. Bahwa
siapapun yang menanamkan niat yang kuat untuk pergi ke tanah suci, Insyaallah
Allah akan memanggilnya. Karena Allah memanggil hambanya yang mau, bukan hanya
yang mampu. Maka sejak saat itu aku ber azzam di dalam hati suatu saat nanti
aku pasti akan menjawab panggilan Allah ke tanah suci.
Masih kuingat dengan jelas saat itu. Pada tanggal 15 Oktober 2019, 4 orang
guru termasuk aku dipanggil oleh kepala madrasah. Kumasuki ruang kepala
madrasah dengan seribu tanya di dalam dada, ada apakah gerangan?. Karena
sebelumnya tidak ada pemberitahuan khusus. Kuingat-ingat apakah dalam waktu
satu Minggu ini ada pekerjaanku yang tidak beres, atau apa aku melakukan
kesalahan. Kami berempat duduk di kursi tamu (aku, bu Wiwit, bu Isti dan pak
Yono). Sebelum membuka percakapan ibu kepala madrasah menatap kami satu persatu,
semakin bergetar dadaku. “Ada apa ini, sepertinya masalahnya cukup serius
melihat tatapan dari ibu kepala dan bapak penasehat madrasah”. Batinku di dalam
hati.
“Bapak ibu yang kami hormati, terimakasih kami ucapkan atas dedikasi dan
komitmen Bapak/Ibu pada MI Khadijah selama ini’. Tutur ibu kepala madrasah
membuka pertemuan kali ini. “Bapak/Ibu yang kami panggil disini sudah mengabdi
pada MI Khadijah selama kurang lebih 15 tahun. Oleh karena itu sebagai
penghargaan dari madrasah maka kami sebagai kepala dan penasehat madrasah ingin
memberikan hadiah kepada panjenengan semua, hadiahnya apa monggo
pada bapak penasehat madrasah Bapak Drs, H. Khusnul Fathoni, M.Ag kami
persilahkan”. Lanjut Bu Saadah dengan tersenyum simpul. Dadaku semakin berdegup
kencang, antara penasaran dan rasa senang. “Dapat hadiah, Alhamdulillah”,
batinku bersorak girang.
“Assalamualaikum
warohmatullohi wabarokatuh, Bapak/Ibu yang kami hormati, seperti yang diketahui
saya adalah Muthawif di biro perjalanaan umroh dan haji. Sebagai penghargaan
atas komitmen Bapak/Ibu guru pada madrasah ini, maka kami bersepakat akan
memberikan hadiah perjalanan umroh secara gratis kepada panjenengan semua”.
Tutur pak Fathoni panjang lebar. Bergetar hebat dadaku mendengar kabar yang
mengejutkan itu. Seolah tak percaya aku ulangi berita itu. “Benarkah itu Pak
?”, tanyaku dengan suara bergetar menahan tangis. “Subhannalloh wal hamdulillah
walaa ilaa haillalloh Allohu akbar”, ucapku sambil sesenggukan dalam sujud
syukurku. Kupeluk ibu kepala madrasahku dalam linangan airmata bahagia.
“Terimakasih bu, terimakasih atas hadiahnya yang luar biasa ini,” ucapku
berulang kali.
Segera aku kabari suami dan keluargaku. Mendengar kabar itu semua menangis
haru dalam kebahagiaan. “Ya Allah aku tak menyangka secepat ini Engkau jawab
doa kami terimakasih ya Allah”, mengharu biru doaku dalam sholat. Karena hanya
aku yang menerima hadiah perjalanan umroh secara gratis, maka aku segera
berembuk dengan suami. Kami putuskan suami ikut mendampingi perjalanan umrohku.
Segera kami berhitung berapa dana yang harus kami siapkan. Termasuk biaya
mengurus paspor, visa perjalanan dan suntik menginitis, karena itu tidak
termasuk dalam hadiah tersebut.
Karena kami tidak pernah berpikir akan secepat ini pergi ketanah suci, maka
tabungan kami kurang mencukupi. “Masih ada waktu 4 bulan lagi, Insyaallah Allah
yang memanggil kita, Allah pula yang akan memudahkan dan memberi jalan”, ucap
suamiku mantap menghibur kegundahan hatiku. Dan benarlah Allah memenuhi
janjiNya kepada hambanya yang terpilih. Semua proses berjalan dengan lancar.
Mulai dari pengurusan surat menyurat, cek kesehatan dan keuangan. Masyaallah
segala puji hanya bagiMu ya Robb.
Akan tetapi Allah ingin menguji kesungguhan hati kami. Sehari sebelum
keberangkatan kami, suamiku terkena radang tenggorakan. Panas tinggi kisaran
39-40 derajat celcius. Sehari semalam menggigil, segala obat penurun panas
tidak mampu meredakan demamnya. Akhirnya malam hari pukul 20.00 wib sebelum
besok keberangkatan kami, suamiku masuk UGD Panti Nirmala. Berbagai doa
kurapalkan, “ya Allah berikanlah kesehatan kepada suamiku, lancarkan perjalanan
ibadah umroh kami”, tangisku menghiba di sujud sholatku. Alhamdulillah Allah
menjawab doaku, hanya 3 jam di UGD
suamiku diperbolehkan pulang.
Tanggal 19 Februari 2020. Dengan diantar anak, ibu dan kakak-kakakku kami
berangkat. Kami akan transit dari kota Malang menuju Jakarta dan bermalam satu
hari di sana.
Tanggal 21
Februari 2020 pukul 18.00 kami sudah berada di bandara Internasional Soekarno
Hatta menuju Jeddah. Kulihat pesan yang masuk di handphoneku, pesan dari
adikku, Di pesan itu ada gambar anakku yang terkecil sedang berbaring di bed
rumah sakit UGD Aisiyah. Ada infeksi saluran usus, duh Gusti kuatkan hatiku
menerima cobaan ini. Pantas saja saat mengantar kepergian kami, adik Bisma
terlihat lesu dan muntah-muntah di mobil. Rupanya ada masalah di ususnya. Bapak
muthawif menguatkan hati kami berdua. “Serahkan pada Allah yang Maha Kuasa”,
pesan Beliau meredahkan gundah di hati.
Malam hari pukul 21.00 kami tiba di
Jeddah. Selanjutnya sekitar 3 jam meneruskan perjalanan ke kota nabi yakni
Madinah Al Munawariyah. Sesampainya itu kami segera berbenah di hotel Province.
Selanjutnya bergegas menunaikan sholat Isya di masjid nabi, masjid Nabawi. Rasa
takjub dan syukur yang mendalam berkahwin di dalam hati. Menyaksikan untuk
pertama kali masjid Nabawi. Masyaallah, sulit tergambarkan dalam kata pesona
indahnya. Masjid yang bernuansa warna emas menyambut sepanjang mata. Masjid
Nabawi memiliki luas 1.060 x 580 meter. Dengan luas yang sedemikian, masjid
Nabawi mampu menampung 1 juta jamaah didalamnya, dan 800.000 jamaah di
pelatarannya.
Masjid Nabawi memiliki 85 pintu.
Diatas setiap pintu terdapat plakat batu yang ditulis dalam Bahasa Arab. Yang
artinya “Masuklah dengan damai dan aman”. Kalimat itu diambil dari ayat suci Al
Qur’an surat Al Hijr ayat 46. Di pelataran masjid terdapat 250 payung yang
dapat mengembang dan tertutup sendiri. Saat siang hari payung akan mengembang
sempurna, memanjakan mata melihatnya. Konon pilar-pilar yang ada di dalam
masjid dilapisi emas, terbayang betapa makmurnya negeri ini.
Tempat yang menjadi tujuan para
jamaah haji dan umroh selain masjid Nabawi adalah Raudhah. Raudhah atau taman
surga adalah tempat antara makam Rosululloh dan mimbarnya saat Baliau
berceramah. Rosululloh wafat di Madinah, dan Beliau berpesan untuk dimakamkan
di tempat Beliau berpulang juga, yakni di rumah Aisyah istri Beliau tercinta.
Raudhah ditandai dengan karpet dengan warna berbeda, yakni hijau tua.
Majelis
Qur’an anak-anak di Nabawi
Di sana dimakamkan pula dua sahabat
Rosul tercinta, yakni Abu Bakar Asidiq dan Umar bin Khattab. Nabi pernah bersabda,
dicatat di Shahih Bukhari diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Antara rumahku dan
mimbar, ada potongan taman dan Surga”. Raudah adalah salah satu tempat yang
mustajabah dalam doa. Perjuangan menuju Raudhah sangat luar biasa. Kami jamaah
kota Malang didampingi oleh seorang guide Indonesia yang telah lama tinggal di
sana. Karena Raudhah terletak di shaf jamaah pria, maka untuk jamaah putri
hanya 3 kali dalam sehari di buka. Maka tak terbayangkan betapa banyaknya
jamaah satu dunia yang ingin ziarah ke sana.
Setiap jamaah memakai tanda yang
berbeda. Hal ini untuk memudahkan kami mengenali teman satu jamaah. Pintu yang
kami masuki untuk menuju ke sana adalah pintu nomer 25. Tapak kaki kami menuju
Raudhah tidaklah semudah yang kami kira.. Setiap saat berhenti, untuk menunggu
lokasi yang kami tuju berkurang jumlahnya. Hampir satu jam kami mengantre,
setiap saat siap untuk berlari-lari. Dan akhirnya dengan peluh yang membanjiri,
kami tiba di makam nabi.
Shollu alann nabi, Allohumma sholli
Alaa Muahammad. Makam baginda Rosulullah terletak di tengah-tengah, diapit oleh
makam dua sahabat. Tak terkirakan rasa yang tergambar. Rasa rindu yang
membuncah, syahdu, dan haru. Ya Rosul kami mengujungiMu, panggillah kelak saat
kami di alam akherat. Agar kami dapat menatap cahya KerosululanMu. Airmata
membanjiri bercampur dengan peluh menggenapi rasa haru biru. Tak kuhiraukan
desakan dari sebelah kanan, kiri, belakang dan depanku.
Guide memerintahkan kami membuat lingkaran
dengan tangan tergenggam satu sama lainnya. Di tengah-tengah adalah jamaah kami
yang berdoa dan sholat. Ini dilakukan agar jamaah aman dan tidak terinjak-injak
jamaah lainnya saat sedang khusyuk berdoa. Kupanjatkan doaku dengan segenap
rasa, “Ya Allah berikan kami kesehatan, dan izinkan kami kembali ke tanah
suci”. Kututup doaku dengan rasa pasti.
Selama di Kota Madinah kami
mengunjungi makam Baqi’. Di pemakaman tersebut di semayamkan sahabat nabi
diantaranya As’ad bin Zararah, Ustman bin Mazoun, Abdurrahman bin Auf dan Sa’ad
bin Abi Waqqas. Sedangkan dari keluarga Rosululloh diantaranya Aisyah, Fatimah
an-Zahra, Ruqoyyah , Zainab dan Ummi Kultsum.
Kami juga mengunjungi Jabal Uhud,
gunung yang dicintai Rosulullah. Mengingat nama Uhud mengingatkanku pada perang
Uhud. Perang antara kaum Muslimin dan Kaum kafir Quraysi. Dimana pada saat itu
tentara kaum Islam hanya berjumlah 700 sedangkan tentara kaum Quraysi berjumlah
3000 orang. Pada perang tersebut kaum muslimin mengalami kekalahan. Disamping kalah dalam segi jumlah, sebab yang
lainnya adalah karena sebagian tentara muslim tidak mendengarkan perintah Nabi
Muhammad SAW. Dilokasi ini juga terdapat makan syuhada Uhud.
Jabal Uhud, gunung yang dicintai Rosululloh
Kunjungan kami selanjutnya adalah
masjid Quba. Yakni masjid yang pertama kali didirikan saat Nabi Muhammad SAW
datang ke Kota Madinah setelah hijrah dari Kota Mekkah. Masjid Quba terletak di
tepi Kota Madinah.
Selama 4 hari kami berada di kota
nabi. Kami segera bersiap untuk menuju Mekkah Al Mukaromah. Kami mampir menuju
Bir Ali untuk mengambil Miqat Makani sebelum melakukan ibadah umroh. Sejak
berniat umroh berlaku pula larangan selama umroh. Misalnya memakai
wangi-wangian, berkata kasar, bertengkar, membunuh binatang, memotong kuku, dan
memakai baju yang berjahit bagi jamaah pria. Sepanjang perjalanan menuju Kota
Mekkah kami melafalkan kalimat Thalbiyyah. “Labbaikaloohumma labbaik,
labbaikalaa syariikalaka labbaik”. Aura umroh langsung terasa. Berbagai
rasa bercampur membuat mata selalu berkaca-kaca.
Sesampainya di Kota Mekkah sekitar
pukul 03.00, kami segera bersiap untuk melakukan rangkaian ibadah umroh. Betapa
rasa haru dan rindu yang selama ini terpendam di dada tumpah ruah. Saat
memasuki pintu Masjidil Haram, kutatap lekat-lekat Ka’bah, Ya Robbi ini kah
kiblatku selama ini. Begitu agung, dan bertebarkan aura kesucian. Kami terisak
menapakkan kaki kami memutari Ka’bah. Dengan berbaris rapi kami segera
melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 putaran. Sepanjang putaran air
mata berlinang mengiringi untaian doa Thawaf. Ya Allah kami datang memenuhi
panggilanMu. Betapa agung dan nyata kuasaMu ya Ilahi,
Rangkaian ibadah umroh selanjutnya
adalah Sai. Sai adalah lari-lari kecil antara Bukit Shafa dan Bukit Marwa.
Sebagai napak tilas dari ibunda Siti Hajar yang berjuang mencari air untuk buah
hatinya nabi Ismail, AS. Sa’i adalah gambaran hidup manusia di dunia dalam
berusaha. Secara sederhana, Sa’i mengajarkan makna yang dalam kepada kita,
yaitu untuk tawakal dan ihktiar. Sa’i mengajarkan kita untuk pantang menyerah
dalam menggapai segala mimpi. Namun selalu disertai tawakal dan berserah diri
kepada Allah. Dalam surat Al Baqarah ayat 158 disebutkan tentang Shafa
dan Marwa sebagai tempat yang di sucikan.
۞ اِنَّ الصَّفَا
وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ
ۚ
فَمَنْ
حَجَّ
الْبَيْتَ
اَوِ
اعْتَمَرَ
فَلَا
جُنَاحَ
عَلَيْهِ
اَنْ
يَّطَّوَّفَ
بِهِمَا
ۗ
وَمَنْ
تَطَوَّعَ
خَيْرًاۙ
فَاِنَّ
اللّٰهَ
شَاكِرٌ
عَلِيْمٌ
Terjemahan
Sesungguhnya
Safa dan Marwah merupakan sebagian syi‘ar (agama) Allah. Maka barangsiapa
beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan
sa‘i antara keduanya. Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.
Keesokan harinya kami bersiap untuk
melakukan tapak tilas. Kunjungan yang pertama adalah bukit Jabal Rahmah. Bukit
Jabal rahmah atau dikenal sebagai bukit cinta adalah tempat pertemuan antara
Nabi Adam As dan Ibu Siti Hawa setelah mereka diturunkan ke dunia. Hawa terik
menyelimuti. Jabal Rahmah terletak antara Makkah dan Thaif. Ditengah-tengah
gunung terdapat menara sebagai simbol pertemuan antara Nabi Adam As dan Ibu
Siti Hawa.
Suasana Jabal Rahmah, bukit cinta.
Kunjungan selanjutnya
adalah ke rumah Rosulullah, yang terletak tidak jauh dari Masjidil Haram. Saat
napak tilas disana, kurang lebih pukul 10.00. Kami mengalami peristiwa langka.
Hujan deras mengguyur Kota Mekkah. Karena tidak membawa payung, kami berteduh
di sebuah perkantoran kawasan masjid. Disana kami mendapatkan payung yang
dibagikan secara percuma. Alhamdulillah kami bisa melanjutkan perjalanan kembali.
Rumah Rosul sekarang di bangun menjadi perpustakaan. Selain itu kami juga
mengunjungi masjid Jin, pasar besi dan beberapa tempat sejarah lainnya.
Hujan deras mengguyur Masjidil Haram
Tak terasa 10 hari kami
berada di tanah suci. Seakan hati enggan untuk melangkah pulang. Andai tak
kutinggalkan keluarga disana, ingin rasanya berlama-lama di tanah suci.
Menikmati keanggunan Makkah Royal Clock Tower, menara-menara yang menjulang
dari Masjidil Haram, dan berlama-lama bersimpuh di hadapan Ka’bah. Saat berada
di Masjidil Haram, kami (aku dan suami) diberikan kesempatan oleh Allah untuk
mencium Hajar Aswad. Masyallah suatu kesempatan yang langka.
Ada beberapa kisah kecil
yang menyelisip diantara ibadah umrohku. Saat berada di Madinah ada ibu-ibu
setengah baya yang berlari memelukku sambil menangis. Beliau berasal dari
Sulawesi. Ternyata Beliau terpisah dari rombongan. Buta aksara dan tak tahu
arah. Akhirnya kuantarkan kembali ke hotel tempat Beliau bermalam. Begitupulah
saat di Mekkah aku dan temanku menjumpai ibu-ibu yang terpisah dengan anaknya.
Kami antarkan sampai ke depan kamar Beliau. Saat umroh aku dan suami menemani
kakek-kakek dan nenek-nenek. Jadi kami mendampingi Beliau-Beliau yang disaat
senja ingin beribadah ke tanah suci.
Perjalanan spiritual yang
luar biasa indah dan penuh makna. Saat mengenangnya seakan hatiku tergetar
kembali. Memutar detik demi detik kenikmatan ibadah yang tiada tara. Semoga
ibadah kami mabrur adanya. Ya Allah takdirkan kami menyambut panggilan suciMu
kembali, bersama buah hati kami. Jadikan kami sebagai umat kekasihMu, yang
kelak mendapatkan limpahan syafaatNya. Aamiin.
BIONARASI
Penulis
Bernama Widya Setianingsih, S.Ag, lahir di kota Malang 29 September 1975.Putri dari Bapak Syarif (alm) dan Ibu Martini (alm)
Menjadi guru MI sejak
tahun 2000, dan saat ini mengajar di MI Khadijah Malang. Menjabat sebagai
Pimred majalah sekolah, dan ketua penggiat literasi madrasah. Penulis sangat
menyukai dunia menulis dan dunia mendongeng.
Buku antologi yang sudah
diterbitkan adalah Bukan Guru Biasa, Bahagianya menjadi Guru, Berjuta Cinta dengan Cerita, Sekuntum Puisi, Bumi 14 hari, Kumandang Kisah remaja,
Kado untuk ibu dan Jejak Pena Pengembara Aksara. Penulis dapat dihubungi melalui wa
(085954558358), Ig. Widyabisma atau email widyabisma9@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar