Minggu, 20 Februari 2022

Kusambut PanggilanMu

 

Kusambut PanggilanMu

Widya Setianingsih, S.Ag

Sebagai umat Islam kita pasti memiliki cita-cita menunaikan rukun Islam yang ke 5, yaitu naik haji. Begitupun dengan diriku. Setiap ada teman, kerabat atau saudara yang berkunjung kesana menimbulkan rasa “iri” ingin kesana juga. Cerita dari teman-teman yang pernah umroh atau pergi haji semakin membuncahkan rasa rinduku ke tanah suci. Ziarah ke makam Rosulluloh, sholat di masjid nabi ataupun menyaksikan kiblatku selama ini yaitu ka’bah.

Seorang ustadz pernah berpesan dalam pengajian rutin di hari Jum’at. Bahwa siapapun yang menanamkan niat yang kuat untuk pergi ke tanah suci, Insyaallah Allah akan memanggilnya. Karena Allah memanggil hambanya yang mau, bukan hanya yang mampu. Maka sejak saat itu aku ber azzam di dalam hati suatu saat nanti aku pasti akan menjawab panggilan Allah ke tanah suci.

Masih kuingat dengan jelas saat itu. Pada tanggal 15 Oktober 2019, 4 orang guru termasuk aku dipanggil oleh kepala madrasah. Kumasuki ruang kepala madrasah dengan seribu tanya di dalam dada, ada apakah gerangan?. Karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan khusus. Kuingat-ingat apakah dalam waktu satu Minggu ini ada pekerjaanku yang tidak beres, atau apa aku melakukan kesalahan. Kami berempat duduk di kursi tamu (aku, bu Wiwit, bu Isti dan pak Yono). Sebelum membuka percakapan ibu kepala madrasah menatap kami satu persatu, semakin bergetar dadaku. “Ada apa ini, sepertinya masalahnya cukup serius melihat tatapan dari ibu kepala dan bapak penasehat madrasah”. Batinku di dalam hati.

“Bapak ibu yang kami hormati, terimakasih kami ucapkan atas dedikasi dan komitmen Bapak/Ibu pada MI Khadijah selama ini’. Tutur ibu kepala madrasah membuka pertemuan kali ini. “Bapak/Ibu yang kami panggil disini sudah mengabdi pada MI Khadijah selama kurang lebih 15 tahun. Oleh karena itu sebagai penghargaan dari madrasah maka kami sebagai kepala dan penasehat madrasah ingin memberikan hadiah kepada panjenengan semua, hadiahnya apa monggo pada bapak penasehat madrasah Bapak Drs, H. Khusnul Fathoni, M.Ag kami persilahkan”. Lanjut Bu Saadah dengan tersenyum simpul. Dadaku semakin berdegup kencang, antara penasaran dan rasa senang. “Dapat hadiah, Alhamdulillah”, batinku bersorak girang.

            “Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh, Bapak/Ibu yang kami hormati, seperti yang diketahui saya adalah Muthawif di biro perjalanaan umroh dan haji. Sebagai penghargaan atas komitmen Bapak/Ibu guru pada madrasah ini, maka kami bersepakat akan memberikan hadiah perjalanan umroh secara gratis kepada panjenengan semua”. Tutur pak Fathoni panjang lebar. Bergetar hebat dadaku mendengar kabar yang mengejutkan itu. Seolah tak percaya aku ulangi berita itu. “Benarkah itu Pak ?”, tanyaku dengan suara bergetar menahan tangis. “Subhannalloh wal hamdulillah walaa ilaa haillalloh Allohu akbar”, ucapku sambil sesenggukan dalam sujud syukurku. Kupeluk ibu kepala madrasahku dalam linangan airmata bahagia. “Terimakasih bu, terimakasih atas hadiahnya yang luar biasa ini,” ucapku berulang kali.

Segera aku kabari suami dan keluargaku. Mendengar kabar itu semua menangis haru dalam kebahagiaan. “Ya Allah aku tak menyangka secepat ini Engkau jawab doa kami terimakasih ya Allah”, mengharu biru doaku dalam sholat. Karena hanya aku yang menerima hadiah perjalanan umroh secara gratis, maka aku segera berembuk dengan suami. Kami putuskan suami ikut mendampingi perjalanan umrohku. Segera kami berhitung berapa dana yang harus kami siapkan. Termasuk biaya mengurus paspor, visa perjalanan dan suntik menginitis, karena itu tidak termasuk dalam hadiah tersebut.

Karena kami tidak pernah berpikir akan secepat ini pergi ketanah suci, maka tabungan kami kurang mencukupi. “Masih ada waktu 4 bulan lagi, Insyaallah Allah yang memanggil kita, Allah pula yang akan memudahkan dan memberi jalan”, ucap suamiku mantap menghibur kegundahan hatiku. Dan benarlah Allah memenuhi janjiNya kepada hambanya yang terpilih. Semua proses berjalan dengan lancar. Mulai dari pengurusan surat menyurat, cek kesehatan dan keuangan. Masyaallah segala puji hanya bagiMu ya Robb.

Akan tetapi Allah ingin menguji kesungguhan hati kami. Sehari sebelum keberangkatan kami, suamiku terkena radang tenggorakan. Panas tinggi kisaran 39-40 derajat celcius. Sehari semalam menggigil, segala obat penurun panas tidak mampu meredakan demamnya. Akhirnya malam hari pukul 20.00 wib sebelum besok keberangkatan kami, suamiku masuk UGD Panti Nirmala. Berbagai doa kurapalkan, “ya Allah berikanlah kesehatan kepada suamiku, lancarkan perjalanan ibadah umroh kami”, tangisku menghiba di sujud sholatku. Alhamdulillah Allah menjawab doaku,  hanya 3 jam di UGD suamiku diperbolehkan pulang.

Tanggal 19 Februari 2020. Dengan diantar anak, ibu dan kakak-kakakku kami berangkat. Kami akan transit dari kota Malang menuju Jakarta dan bermalam satu hari di sana.

Tanggal 21 Februari 2020 pukul 18.00 kami sudah berada di bandara Internasional Soekarno Hatta menuju Jeddah. Kulihat pesan yang masuk di handphoneku, pesan dari adikku, Di pesan itu ada gambar anakku yang terkecil sedang berbaring di bed rumah sakit UGD Aisiyah. Ada infeksi saluran usus, duh Gusti kuatkan hatiku menerima cobaan ini. Pantas saja saat mengantar kepergian kami, adik Bisma terlihat lesu dan muntah-muntah di mobil. Rupanya ada masalah di ususnya. Bapak muthawif menguatkan hati kami berdua. “Serahkan pada Allah yang Maha Kuasa”, pesan Beliau meredahkan gundah di hati.

            Malam hari pukul 21.00 kami tiba di Jeddah. Selanjutnya sekitar 3 jam meneruskan perjalanan ke kota nabi yakni Madinah Al Munawariyah. Sesampainya itu kami segera berbenah di hotel Province. Selanjutnya bergegas menunaikan sholat Isya di masjid nabi, masjid Nabawi. Rasa takjub dan syukur yang mendalam berkahwin di dalam hati. Menyaksikan untuk pertama kali masjid Nabawi. Masyaallah, sulit tergambarkan dalam kata pesona indahnya. Masjid yang bernuansa warna emas menyambut sepanjang mata. Masjid Nabawi memiliki luas 1.060 x 580 meter. Dengan luas yang sedemikian, masjid Nabawi mampu menampung 1 juta jamaah didalamnya, dan 800.000 jamaah di pelatarannya.

            Masjid Nabawi memiliki 85 pintu. Diatas setiap pintu terdapat plakat batu yang ditulis dalam Bahasa Arab. Yang artinya “Masuklah dengan damai dan aman”. Kalimat itu diambil dari ayat suci Al Qur’an surat Al Hijr ayat 46. Di pelataran masjid terdapat 250 payung yang dapat mengembang dan tertutup sendiri. Saat siang hari payung akan mengembang sempurna, memanjakan mata melihatnya. Konon pilar-pilar yang ada di dalam masjid dilapisi emas, terbayang betapa makmurnya negeri ini.

            Tempat yang menjadi tujuan para jamaah haji dan umroh selain masjid Nabawi adalah Raudhah. Raudhah atau taman surga adalah tempat antara makam Rosululloh dan mimbarnya saat Baliau berceramah. Rosululloh wafat di Madinah, dan Beliau berpesan untuk dimakamkan di tempat Beliau berpulang juga, yakni di rumah Aisyah istri Beliau tercinta. Raudhah ditandai dengan karpet dengan warna berbeda, yakni hijau tua.

 

 

 

 

 


Majelis Qur’an anak-anak di Nabawi

 

            Di sana dimakamkan pula dua sahabat Rosul tercinta, yakni Abu Bakar Asidiq dan Umar bin Khattab. Nabi pernah bersabda, dicatat di Shahih Bukhari diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Antara rumahku dan mimbar, ada potongan taman dan Surga”. Raudah adalah salah satu tempat yang mustajabah dalam doa. Perjuangan menuju Raudhah sangat luar biasa. Kami jamaah kota Malang didampingi oleh seorang guide Indonesia yang telah lama tinggal di sana. Karena Raudhah terletak di shaf jamaah pria, maka untuk jamaah putri hanya 3 kali dalam sehari di buka. Maka tak terbayangkan betapa banyaknya jamaah satu dunia yang ingin ziarah ke sana.

            Setiap jamaah memakai tanda yang berbeda. Hal ini untuk memudahkan kami mengenali teman satu jamaah. Pintu yang kami masuki untuk menuju ke sana adalah pintu nomer 25. Tapak kaki kami menuju Raudhah tidaklah semudah yang kami kira.. Setiap saat berhenti, untuk menunggu lokasi yang kami tuju berkurang jumlahnya. Hampir satu jam kami mengantre, setiap saat siap untuk berlari-lari. Dan akhirnya dengan peluh yang membanjiri, kami tiba di makam nabi.

 Shollu alann nabi, Allohumma sholli Alaa Muahammad. Makam baginda Rosulullah terletak di tengah-tengah, diapit oleh makam dua sahabat. Tak terkirakan rasa yang tergambar. Rasa rindu yang membuncah, syahdu, dan haru. Ya Rosul kami mengujungiMu, panggillah kelak saat kami di alam akherat. Agar kami dapat menatap cahya KerosululanMu. Airmata membanjiri bercampur dengan peluh menggenapi rasa haru biru. Tak kuhiraukan desakan dari sebelah kanan, kiri, belakang dan depanku.

             Guide memerintahkan kami membuat lingkaran dengan tangan tergenggam satu sama lainnya. Di tengah-tengah adalah jamaah kami yang berdoa dan sholat. Ini dilakukan agar jamaah aman dan tidak terinjak-injak jamaah lainnya saat sedang khusyuk berdoa. Kupanjatkan doaku dengan segenap rasa, “Ya Allah berikan kami kesehatan, dan izinkan kami kembali ke tanah suci”. Kututup doaku dengan rasa pasti.

            Selama di Kota Madinah kami mengunjungi makam Baqi’. Di pemakaman tersebut di semayamkan sahabat nabi diantaranya As’ad bin Zararah, Ustman bin Mazoun, Abdurrahman bin Auf dan Sa’ad bin Abi Waqqas. Sedangkan dari keluarga Rosululloh diantaranya Aisyah, Fatimah an-Zahra, Ruqoyyah , Zainab dan Ummi Kultsum.

            Kami juga mengunjungi Jabal Uhud, gunung yang dicintai Rosulullah. Mengingat nama Uhud mengingatkanku pada perang Uhud. Perang antara kaum Muslimin dan Kaum kafir Quraysi. Dimana pada saat itu tentara kaum Islam hanya berjumlah 700 sedangkan tentara kaum Quraysi berjumlah 3000 orang. Pada perang tersebut kaum muslimin mengalami kekalahan.  Disamping kalah dalam segi jumlah, sebab yang lainnya adalah karena sebagian tentara muslim tidak mendengarkan perintah Nabi Muhammad SAW. Dilokasi ini juga terdapat makan syuhada Uhud.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                                     Jabal Uhud, gunung yang dicintai Rosululloh

            Kunjungan kami selanjutnya adalah masjid Quba. Yakni masjid yang pertama kali didirikan saat Nabi Muhammad SAW datang ke Kota Madinah setelah hijrah dari Kota Mekkah. Masjid Quba terletak di tepi Kota Madinah.

            Selama 4 hari kami berada di kota nabi. Kami segera bersiap untuk menuju Mekkah Al Mukaromah. Kami mampir menuju Bir Ali untuk mengambil Miqat Makani sebelum melakukan ibadah umroh. Sejak berniat umroh berlaku pula larangan selama umroh. Misalnya memakai wangi-wangian, berkata kasar, bertengkar, membunuh binatang, memotong kuku, dan memakai baju yang berjahit bagi jamaah pria. Sepanjang perjalanan menuju Kota Mekkah kami melafalkan kalimat Thalbiyyah. “Labbaikaloohumma labbaik, labbaikalaa syariikalaka labbaik”. Aura umroh langsung terasa. Berbagai rasa bercampur membuat mata selalu berkaca-kaca.

            Sesampainya di Kota Mekkah sekitar pukul 03.00, kami segera bersiap untuk melakukan rangkaian ibadah umroh. Betapa rasa haru dan rindu yang selama ini terpendam di dada tumpah ruah. Saat memasuki pintu Masjidil Haram, kutatap lekat-lekat Ka’bah, Ya Robbi ini kah kiblatku selama ini. Begitu agung, dan bertebarkan aura kesucian. Kami terisak menapakkan kaki kami memutari Ka’bah. Dengan berbaris rapi kami segera melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 putaran. Sepanjang putaran air mata berlinang mengiringi untaian doa Thawaf. Ya Allah kami datang memenuhi panggilanMu. Betapa agung dan nyata kuasaMu ya Ilahi,

            Rangkaian ibadah umroh selanjutnya adalah Sai. Sai adalah lari-lari kecil antara Bukit Shafa dan Bukit Marwa. Sebagai napak tilas dari ibunda Siti Hajar yang berjuang mencari air untuk buah hatinya nabi Ismail, AS. Sa’i adalah gambaran hidup manusia di dunia dalam berusaha. Secara sederhana, Sa’i mengajarkan makna yang dalam kepada kita, yaitu untuk tawakal dan ihktiar. Sa’i mengajarkan kita untuk pantang menyerah dalam menggapai segala mimpi. Namun selalu disertai tawakal dan berserah diri kepada Allah. Dalam surat Al Baqarah ayat 158 disebutkan tentang Shafa dan Marwa sebagai tempat yang di sucikan.

۞ اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ     

Terjemahan

Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syi‘ar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‘i antara keduanya. Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.

Keesokan harinya kami bersiap untuk melakukan tapak tilas. Kunjungan yang pertama adalah bukit Jabal Rahmah. Bukit Jabal rahmah atau dikenal sebagai bukit cinta adalah tempat pertemuan antara Nabi Adam As dan Ibu Siti Hawa setelah mereka diturunkan ke dunia. Hawa terik menyelimuti. Jabal Rahmah terletak antara Makkah dan Thaif. Ditengah-tengah gunung terdapat menara sebagai simbol pertemuan antara Nabi Adam As dan Ibu Siti Hawa.

 

 

 

 

 

 

 


Suasana Jabal Rahmah, bukit cinta.

            Kunjungan selanjutnya adalah ke rumah Rosulullah, yang terletak tidak jauh dari Masjidil Haram. Saat napak tilas disana, kurang lebih pukul 10.00. Kami mengalami peristiwa langka. Hujan deras mengguyur Kota Mekkah. Karena tidak membawa payung, kami berteduh di sebuah perkantoran kawasan masjid. Disana kami mendapatkan payung yang dibagikan secara percuma. Alhamdulillah kami bisa melanjutkan perjalanan kembali. Rumah Rosul sekarang di bangun menjadi perpustakaan. Selain itu kami juga mengunjungi masjid Jin, pasar besi dan beberapa tempat sejarah lainnya.

 


 

 

 

 

 

Hujan deras mengguyur Masjidil Haram

 

            Tak terasa 10 hari kami berada di tanah suci. Seakan hati enggan untuk melangkah pulang. Andai tak kutinggalkan keluarga disana, ingin rasanya berlama-lama di tanah suci. Menikmati keanggunan Makkah Royal Clock Tower, menara-menara yang menjulang dari Masjidil Haram, dan berlama-lama bersimpuh di hadapan Ka’bah. Saat berada di Masjidil Haram, kami (aku dan suami) diberikan kesempatan oleh Allah untuk mencium Hajar Aswad. Masyallah suatu kesempatan yang langka.

            Ada beberapa kisah kecil yang menyelisip diantara ibadah umrohku. Saat berada di Madinah ada ibu-ibu setengah baya yang berlari memelukku sambil menangis. Beliau berasal dari Sulawesi. Ternyata Beliau terpisah dari rombongan. Buta aksara dan tak tahu arah. Akhirnya kuantarkan kembali ke hotel tempat Beliau bermalam. Begitupulah saat di Mekkah aku dan temanku menjumpai ibu-ibu yang terpisah dengan anaknya. Kami antarkan sampai ke depan kamar Beliau. Saat umroh aku dan suami menemani kakek-kakek dan nenek-nenek. Jadi kami mendampingi Beliau-Beliau yang disaat senja ingin beribadah ke tanah suci.

            Perjalanan spiritual yang luar biasa indah dan penuh makna. Saat mengenangnya seakan hatiku tergetar kembali. Memutar detik demi detik kenikmatan ibadah yang tiada tara. Semoga ibadah kami mabrur adanya. Ya Allah takdirkan kami menyambut panggilan suciMu kembali, bersama buah hati kami. Jadikan kami sebagai umat kekasihMu, yang kelak mendapatkan limpahan syafaatNya. Aamiin.

BIONARASI
Penulis Bernama Widya Setianingsih, S.Ag, lahir di kota Malang 29 September 1975.Putri dari Bapak Syarif (alm) dan Ibu Martini (alm)

Menjadi guru MI sejak tahun 2000, dan saat ini mengajar di MI Khadijah Malang. Menjabat sebagai Pimred majalah sekolah, dan ketua penggiat literasi madrasah. Penulis sangat menyukai dunia menulis dan dunia mendongeng.

Buku antologi yang sudah diterbitkan adalah Bukan Guru Biasa, Bahagianya menjadi Guru, Berjuta Cinta dengan Cerita, Sekuntum Puisi, Bumi 14 hari, Kumandang Kisah remaja, Kado untuk ibu dan Jejak Pena Pengembara Aksara.  Penulis dapat dihubungi melalui wa (085954558358), Ig. Widyabisma atau email widyabisma9@gmail.com

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peserta Selundupan yang Beruntung

Dering ponsel membuat jeda aktivitasku. Sebuah suara lembut menyapa syandu. “Halo sayang, bunda akan berkunjung ke Malang, bisakah kita bert...