Berpetualang Bersama Buku
Widya Setianingsih,S.Ag
“BAAAM! Dari jarak sepuluh
kilometer , melesat keluar dari dalam lautan seekor ikan raksasa-setidaknya
bentuknya masih mirip ikan. Masih jauh, tapi sudah terihat besar sekali, lebih
besar dibanding gurita yang mengejar kami beberapa hari lalu. Ikan ini memiliki
enam tanduk, ekornya panjang dengan sirip-sirip melengkung bagai surai.
Kulitnya berwarna kuning keemasan, memantulkan cahaya matahari. Aku mengeluh,
tidakkah urusan ini bisa lebih mudah?
Kami bertiga masih dalam kondisi terikat, tidak bisa meloloskan diri, tidak
bisa bergerak, ditambah lagi ikan raksasa ini.
“BAAAM!Lima belas detik
terbang di udara, ikan raksasa itu berdebam kembali memasuki lautan, membuat
ombak tinggi, bagai gelombang tsunami puluhan meter. Hitungan detik, gelombang
itu tiba, kapal kami yang terikat jangkar, terbanting kesana-kemari. Hanya
karena jaring perak mengunci tubuh kami ke lantai kapal, kami tidak terlempar
ke lautan. Tapi itu tetap tidak bisa melindungi dari lidah ombak, yang segera
membuat kami basah kuyup. (Tere Liye dalam Komet Minor)
Bagaimana membaca kutipan
novel Tere Liye di atas seru bukan? Semua indera kita seakan ikut merasa.
Netra membayangkan hamparan lautan luas dengan ikan raksasa enam surai. Hati
turut menciut berdebar membayangkan dalam kondisi terikat dihampiri ikan raksasa. Terkadang keringat
dingin meleleh saking terbawanya dalam suasana mencekam. Itulah hebatnya sebuah
buku. Sebuah buku mampu melayani semua indera kita seakan semua itu nyata
adanya. Menerbangkan semua imaginasi kita di pusaran aksara sehingga kita
terhanyut dalam sejuta rasa.
Kecintaanku pada buku
terasah sejak aku duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu majalah yang paling
popular adalah majalah Bobo. Beruntunglah orangtuaku menyadari jika putrinya
gemar membaca. Maka setiap satu bulan dua kali datanglah tukang pos mengantar
majalah Bobo ke rumah. Beranjak SMP genre bacaanku berganti. Saat itu
beralih ke novel karangan Enid Blyton yaitu seorang penulis cerita anak
berkebangsaaan Inggris yang telah menerbitkan ratusan judul buku. Buku-buku
karangan Enid Blyton sampai sekarang masih memiliki tempat tersendiri di hati
pembacanya. Terbukti dengan cetak ulangnya hingga saat ini telah terjual lebih
dari 600 juta ekslempar dan diterjemahkan dalam 60 bahasa.
Saat itu aku gemar membaca 5 sekawan. Sebuah novel
petualangan dan detektif anak. Bertokohkan 4 orang anak Julian, Dick, Georgina,
Anne dan satu anjing blesteran yang setia yang bernama Timmy. Novel 5 sekawan
kudapatkan dari perpustakaan sekolah, dan tak jarang tukar pinjam dengan
teman-teman SMP. Masih kuingat judul yang kubaca saat itu antara lain: Berburu Harta Finniston, Menyamarkan Teman, Ke pulau Harta, Bukit
Byliicock, Kereta Hantu, Minggat, Berkelana, Sirkus Misterius, Rawa Rahasia, Pulau Seram dan masih banyak lagi. Apa yang aku rasakan saat membaca novel lima
sekawan? Semua inderaku terasah. Imaginasiku bergerak liar dan bebas. Seolah aku ikut bertualang bersama lima sekawan.
Memecahkan misteri yang rumit, dan bertualang di alam pedesaan Inggris. Wow
sensasi yang seru dan mengasyikkan. Meninggalkan senyum puas saat menutup novel
itu di bagian epilog. Sungguh suatu sensasi yang tidak bisa dirasakan kecuali
oleh sama-sama peminat buku petualangan.
Hingga saat ini aku sudah dewasa, menikah dan memiliki
dua putra. Kecintaanku pada buku tidak pernah pudar. Hanya saja buku
yang kubaca semakin beragam. Disamping membaca buku non fiksi sebagai tuntutan
karena profesi, tak jarang membaca buku fiksi menjadi pelarianku saat jenuh
melanda. Membaca buku bukan hanya membuka jendela dunia, tapi lebih
dari itu. Bagiku buku sebagai hiburan yang menggairahkan. Setelah otak bekerja
dalam kecepatan maksimal, butuh pulling
down dan itu kudapatkan dari buku.
Saat menggenggam buku baru yang aku sukai, seakan enggan
aku berpisah dan mengakhirinya. Ada perasaan eman jika aku terburu-buru
mengakhirinya. Jadi antara rasa eman dan penasaran menjadi satu. Pilihan buku
petualang yang aku sukai sekarang adalah buku karya Tere Liye. Sepertinya
hampir semua judul buku karangan Tere Liye sudah aku tuntaskan. Sebut saja bercerita tentang petualangan Raib, Seli dan Ali menjelajahi dunia antar klan untuk menaklukkan
Pangeran Nir mahkota. Memiliki kekuatan ajaib dari bulan, matahari dan bumi.
Keseruan itu semua dapat kita reguk nikmatnya dalam buku yang berjudul Matahari, Bulan, Bintang, Komet,
Komet Minor, Ceros dan Batozar, Lumpu dan Si Putih. Kesemuanya itu sudah tuntas aku
baca. Bagaimana ceritanya? Wow seruuu pakai bingitsss...Walaupun
ceritanya sarat dengan khayalan yang tak mungkin terjadi, tapi didalamnya
banyak diselipkan pesan-pesan moral tentang kehidupan, persaudaraan dan cinta
kasih.
Kapan aku membaca buku?
Tentu saja setiap hari aku sempatkan
diri untuk membaca. Seolah ada sesuatu yang kurang jika
aku belum membaca. Setiap akan tidur kuusahakan untuk membaca apapun genrenya.
Dan saat buku kesukaannku sudah tergenggam di tangan, sebanyak 500 halaman akan tuntas
dalam waktu 2 hari. Begitulah aku
betah berlama-lama dengan buku yang aku sukai. Bagiku menonton film atau
membaca buku dengan judul yang sama lebih seru membaca bukunya. Dalam film,
imaginasi kita sudah tergambar dengan jelas dalam setting layar dan
penokohannya. Imaginasi kita terkotak dalam layar dua dimensi. Akan tetapi saat kita membaca, imaginasi kita
terbang bebas setinggi khayalan yang ingin kita cipta.
Sayangnya kegemaranku membaca buku tidak kuiringi
dengan menulis. Saat beranjak remaja dan terkena virus cinta monyet, memang aku selalu mengisi buku diary pinkku
dengan coretan-coretan picisan. Tapi hanya terbatas sampai diary. Pernah juga
berkhayal seandainya aku memiliki buku petualangan yang aku tulis sendiri pasti
seru sekali. Tapi yaah semua itu hanya sebatas angan-angan yang menggantung di
langit-langit kamar dan segera menguap karena tergerus kesibukan.
Hingga kemudian
aku tergabung di kelas menulis asuhan bloger nasional Om Jay. Disitulah
jemariku diasah untuk menari lincah. Menuliskan segala narasi yang selama ini
berjubel sesak didalam kepala. Mengikuti berbagai macam antologi hingga
menambah rasa percaya diriku untuk menulis. Aihh ternyata bisa juga aku
menulis. Saat ini tak kurang 17 an buku antologi yang sudah ada dalam genggaman.
Dan yang paling membanggakan aku bisa menghasilkan satu buku solo, wow its my dream. Buku kumpulan puisi
tentang cinta yang berjudul Laras-Laras
Makna dalam Puisi mengantarkan aku menjadi peserta gelombang 21 yang lulus pertama dengan predikat terbaik.
Alhamdulillah. Benang merah yang bisa kutarik. Saat menulis tidak hanya butuh
kekuatan hati dan ketrampilan. Sedikit pressure
ternyata menjadi hal mujarab yang memaksa kita harus tetap menulis. Disamping
itu kita butuh tangan-tangan yang mengokohkan dan membuat kita tetap berdiri.
Terimakasih orang-orang baik yang terus mendampingiku hingga saat ini.
Impianku untuk menulis cerita petualangan seakan
segera menemui takdirnya. Saat ini aku sedang fokus menulis cerita anak tentang
petualangan. Akan kutuangkan kisah-kisah yang selama ini kubaca dalam cerita
anak. Akan kuajak anak Indonesia menerbangkan imaginasi mereka seluas angkasa
dan sedalam samudra. Kan kutitipkan pesan moral tentang cinta kasih,
persahabatan, dan kasih sayang. Kelak mereka menjadi generasi berbudi yang
setia menjaga janji kehidupan.
Sebuah buku memiliki kekuatan ajaib. Kekuatan
tentang rasa cinta. Sebuah buku mampu menerbangkan pembaca melintasi dimensi
ruang dan waktu. Membuat pembaca mengunjungi tempat-tempat dan waktu-waktu yang
jauh. Buku juga mengajak pembaca mengalami petualangan. Yah petualangan yang mungkin tak akan pernah kita alami alami di dunia nyata, menembus imaginasi dan
kegembiraan masa kecil saat menemukan suaka kehidupannya.
Buku telah mengajariku tentang banyak hal. Dari buku
aku menemukan kegembiraan masa kecilku saat bermain di sepanjang tepian
ilalang. Membuka batas pandang dan meluaskan ruang berpikirku. Segala hal
tentang kehidupan banyak kupelajari dari buku, yang tentu saja itu tak
kudapatkan di bangku sekolah. Impian bertualang ke Cappadogia, ke Istana Taj
Mahal, dan keliling dunia misalnya dapat terealisasi dalam buku. Perjalanan
yang bisa ku hinggapi kapan saja dalam sekejap mata. Terimakasih buku kau juga
membuat namaku abadi dalam karya. Kan kutorehkan segala kisahku dalam buku,
hingga saat akupun sudah bersemayam dalam keabadian namaku akan selalu
terkenang dalam goresan.
“Jangan tidur sebelum
membaca, dan jangan mati sebelum menulis.”
DRAP! DRAP! Robot besar itu merangsek maju, dua
tangannya teracung.
“Bersiap!” Tazk berseru.
Mata mendengus, siap membuat benteng pertahanan.
BLAR! Terdengan suara kencang. Robot di depan ternyata
membelah diri menjadi empat benda terbang. Dua tangannya, dua kakinya
terlempar, sekejap telah menjadi pesawat tempur nir-awak. Sementara badan dan
kepalanya, kembali menumbuhkan kaki dan tangan yang baru. DRAP! DRAP! Terus
maju. Tangan baru itu meninju kedepan.
BUM!!!
Tameng transparan mata bergetar. Tapi tidak Meletus.
Itu tameng yang kokoh. Kaki-kaki Mata tidak bergetar walau sesenti.
Awas!! Tazk berseru.
Maaf ya pembaca
kutinggalkan dulu kalian untuk bertualang bersama Tere Liye dalam menaklukkan
dunia paralel Nebula.
BIONARASI
Penulis
bernama Widya Setianingsih, S.Ag,
lahir di kota Malang. Putri dari
Bapak Syarif dan Ibu Martini.
Menjadi guru MI sejak
tahun 2000, dan saat ini mengajar di MI Khadijah Malang. Sejak 10 tahun yang lalu menjabat sebagai
Pimpinan redaksi majalah sekolah
bertajuk Kharisma, aktif di organisasi Komisi Pendidikan Nasional, dan
menjadi ketua penggiat literasi madrasah.
Penulis sangat menyukai dunia menulis dan dunia mendongeng.
Memiliki buku solo, kumpulan puisi cinta yang berjudul Laras-Laras Makna
dalam Puisi.
Buku antologi yang sudah
diterbitkan adalah Buku Ajar Juara
UAMBN, Bukan
Guru Biasa, Bahagianya menjadi Guru, Berjuta
Cinta dengan Cerita, Sekuntum
Puisi, Bumi 14 hari, Kumandang Kisah remaja, Kado untuk ibu, Jejak Pena
Pengembara Aksara, Kisah Laskar Ilmu di Masa Pandemi, Suara dalam Kata,
Sekuntum Puisi, Sinergi Guru dan Siswa Melejitkan Prestasi, Merindukan
Baitulloh, Kidung Cinta Sahabat dan Kisah Para Pendaki Mimpi.
Penulis dapat dihubungi melalui wa
(085954558358), Ig. Widyabisma,
facebook Widya Althafian atau email widyabisma9@gmail.com. Dan alamat blog
https://widyabisma.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar