Selasa, 05 Oktober 2021

Sampai ke Ujung Pelangi

 

Sampai ke Ujung Pelangi

 


            “Uhmmm, coba kamu ada di sana Wiin..., kamu akan meleleh melihat senyum Kak Nathan”. Cool, matcho dan bikin adeeem”. Curhat Elena berapi api sambil merem melek mirip boneka Anabelle. Wina yang sedang ber hah hah kepedesan tidak begitu menanggapinya. Baginya semangkok bakso berkuah pedas lebih menarik perhatiannya, ketimbang mendengarkan Elena bercerita. Elena juga siih, bucin (budak cinta). Padahal jelas-jelas Nathan itu ga pernah ada hati padanya. Siapa sih yang tidak kenal Nathanael Kusuma Wardhana (busyet namanya kok kayak nama kampus aja yaa...hi hi hi). Kakak kelas XII itu lengkap predikatnya.  Kapten basket, pinter, tajir, terkenal ganteng, bahkan menurut survey Nathan lover sebutan bagi para penggemar Nathan, kegantengan Nathan adalah satu dari keajaiban dunia. Mereka menobatkan Nathanael Kusuma Wardhana sebagai makhluk Tuhan yang paling ganteng se SMA 2 kota Malang. Mereka bahkan rela patungan mengumpulkan uang untuk membeli piala yang bertuliskan award orang terganteng se SMA 2, gila ga sih. Trus gimana dengan Nathan sendiri?. Nathan mah orangnya humble, kind dan baik ke semua orang. Sikap itulah yang disalah artikan oleh cewek-cewek bucin. Menurut Wina sendiri Nathan lovers itu bagaikan orang yang kakinya di bumi otaknya di bulan, alias kagak nyambung terlalu berangan-angan.

            Okay guys sebelum kita lanjut kemana-mana kenalin dulu deh tokoh-tokoh berikut.

1. Edwina, cewek manis berkacamata minus. Aktivis majalah sekolah, hobi membaca, sederhana, ramah, suka menabung, kalau besar bercita-cita menjadi insinyur. Eits sorry-sorry kagak nyambung. Pokoknya Wina nama panggilannya tipe cewek kutu buku dan anti banget dengan cinta. Dunianya hanya seputar buku, perpustakaan, Elena dan gengnya. Ohya mereka punya geng yang terdiri dari 4 orang, namanya geng Ambyar. Yaa mereka para generasi penggemar mas Didi Kempot “Godfather of Brokenhearth”.

2. Elena, cewek tajir berkulit putih yang hobi dandan. Kemana-mana bawa bedak, lipstik dan kipas angin elektrik. Jangan ditanya soal kemampuan otaknya. Elena bergantung banget pada Wina soal pelajaran. Sebenarnya kalau Elena mau mengajak otaknya berpikir tentang pelajaran sedikit saja lumayan juga otaknya. Sayang otaknya dipenuhi cowok-cowok ganteng yang selalu diuber-uber tapi tidak ada yang balik nguber Elena.

3. Tamo, penampilan kusut, jarang mandi dan malesnya ga ketulungan. Sebenarnya nama panjangnya keren banget. Tian Agusta Moreno, disingkat Tamo. Cowok indo blesteran yang ngakunya keturunan pangeran Charles. Jangan bayangkan wajah Tamo seperti pangeran Wiliam atau pangeran Harry. Jika kegantengan pangeran William dibagikan pada 50 orang, Tamo akan berada diurutan paling akhir dengan bagian porsi paling kecil.

4. Dan anggota geng yang terakhir adalah Aji. Sesuai dengan namanya Aji Pangestu Prabu, seorang jawa tulen yang masih berdarah ningrat. Hobinya ga kalah unik. Memiliki hobi berpantun, dan nembang boso jowo. Satu lagi hobinya yang bikin cewek sebel adalah merayu cewek-cewek dengan gaya nembang. Gimana tidak sebel, Aji suka tidak tahu tempat jika ngerayu cewek. Merayu di kantin, di pinggir jalan saat cewek targetnya sedang nungguin angkot, bahkan saat cewek yang disukainya mau buang hajat ke toilet, Aji cegat untuk merayunya. Bete kan, untung-untung tidak ngompol.

            Baiklah segitu dahulu perkenalan dengan geng Ambyar, berikut kisah mereka.

            Sepagi ini kelas XI sudah heboh. Beberapa kerumunan yang notabene penggemar Nathan lovers sedang kasak kusuk. Ada beberapa yang histeris, bersedih, bahkan ada yang menangis sesenggukan dipinggir lapangan, menangis berjamaah. Rupanya beredar foto Nathan di medsos sedang menghadiri ulang tahun Tsabita, putri dari ibu kepala sekolah. Tsabita sendiri sekolah di SMA lain. Usut punya usut ternyata Tsabita adalah teman kecil Nathan saat SD. Dan kabarnya mereka resmi berpacaran. Nathan menyatakan rasa cintanya pada ulang tahun Tsabita yang ke-17. Dan gilanya deklamasi cinta itu mereka siarkan langsung melalui instagram. Tentu saja Nathan lovers yang selalu mengikuti berita tentang Nathan heboh menyaksikan siaran langsung itu. Dimana Elena? Jangan ditanya di mana dia. Setelah menangis menghabiskan segepok tissue untuk melap air mata dan ingusnya, Elena memimpin demo. Ya demo kepada kepala sekolah, karena anaknya merebut Nathan dari mereka. Ibu kepala sekolah hanya geleng-geleng mendapatkan serbuan murid-muridnya yang kebanyakan cewek.

            “Kami mohon kepada ibu kepala untuk tidak merestui hubungan Nathan dengan Tsabita kami tidak setuju”, teriak Elena dengan semangat.

Murid-murid yang lainnya tak kalah serunya berteriak-teriak.

            “Bubarkan mereka”.

            “Bubarkan sekolah”.

            “Hapuskan tugas sekolah”.

            “Turunkan uang Spp, turunkan harga beras”.

            Dan sebelum protes semakin ngaco satpam sekolah segera membubarkan kerumunan yang semakin tidak jelas tersebut.

            Sejak insiden tersebut, berakhirlah masa kejayaan Nathan. Dan Nathan lovers membubarkan diri masing-masing

            “Teman-teman seperjuangan. Kita sudah bersama dalam suka dan duka. Saat ini takdir berkata kita harus memilih jalan kita masing-masing. Terimakasih atas kebersamaan yang indah selama ini. Semoga kita tetap menjadi cewek-cewek cantik dan dipuja cowok-cowok ganteng, semangat”. “Kita akhiri pertemuan kali ini dengan doa bersama-sama, berdoa mulai”, Ucap Elena menutup pidatonya.

            Edwina beserta anggota gengnya tertawa terbahak-bahak menyaksikan kekonyolon Nathan lovers.

            “Memang otak mereka itu terbuat dari opo to, kok ya sampai sebegitunya”, ujar Aji disela-sela tawanya.

            “Ya kurang lebih sama lah dengan otakmu yang ga jelas merayu-rayu cewek”, cetus Tamo sambil mencibir.

            “Ya jelas bedo to, aku kan berkelas ngerayunya dan bikin adem suasana”, Sahut Aji tak mau kalah.

            “Halaah, berkelas apanya, buktinya sampai saat ini belum ada satupun cewek di sekolah kita yang luluh karena rayuan gombalmu”, cetus Tamo sambil mencibir.

            Dan Ajipun  garuk-garuk kepala sambil nyengir kuda.

            Hari itu entah mimpi apa mereka semalam, 4 anggota grup ambyar dipanggil ke ruang BP. Ruang BP terkenal horor, ruang terdakwa, ruang pesakitan atau entah apa lagi sebutan bagi ruang BP. Hanya anak-anak yang bermasalah yang berurusan dengan guru BP yang konon terkenal karena kegalakannya. Ibu tiri mah kalah dengan kejamnya ibu BP, cuitan anak-anak yang pernah masuk ruang BP.

            “Eh Win, eloe kan terkenal anak baik-baik, anak pinter, aktivis malahan kok ikut-ikutan dipanggil sih” kata Elena heran.

            “Entahlah, aku juga bingung kira-kira aku ada masalah apa ya”, sahut Wina sambil menggigit bibir.

            “ Yang pasti kita semakin bersemangat kamu ikutan dipanggil Win”, kata Aji sambil mengepalkan tangannya.

            “Enak saja, kalau dipanggil bersama karena prestasi itu keren. Kalau dipanggil karena bermasalah, amit-amit deh”, sahut Wina dengan mengelus dada.”Kita lihat saja nanti setelah kita menemui Bu Sukma”, sambung Wina lagi.

Mereka berempat segera bergegas menuju ruang BP. Ruangan dengan nuansa hijau itu semakin dekat. Di kanan-kiri pintu masuk terdapat tanaman hias yang ditata rapi. Ruangan yang hanya berukuran 5 meter x 4 meter menjadi saksi pelanggaran dan kenakalan siswa-siswi. Sebenarnya tidak semua anak yang dipanggil di ruang BP bermasalah. Terkadang ada pengarahan tentang minat dan bakat. Konsultasi tentang jurusan, atau perguruan tinggi yang akan diambil oleh siswa. Tetapi mindset ruang BP sebagai ruang pengadilan sudah terlanjut beredar.

Ke empat anggota geng ambyar segera duduk di kursi ruang tunggu. Mereka masuk satu persatu, menemui guru BP mereka Bu Sukma. Elena mendapat giliran masuk pertama kali, dan setelah 30 menit Elena keluar dengan muka sembab. Rupanya ada kejadian yang menyebabkan Elena menangis. Saat ditanya Elena hanya menggelengkan kepalanya sambil berlari menuju  kelas. Giliran selanjutnya Aji dan Tamo yang dipanggil bersamaan. Selang beberapa saat kemudian mereka keluar dari ruang BP. Sama dengan Elena walaupun tidak sampai menangis, muka mereka menunjukkan kebetean yang hakiki (ceile) kusut masam. Saat ditanya mereka hanya berkata, “giliran loe disuruh masuk ke ruangan bu Sukma”.

            Dengan perasaan campur aduk, Wina masuk keruangan Bu Sukma. Keringat dingin mengucur deras di keningnya. Dibulatkan tekadnya, ia segera masuk keruangan BP.

            “Selamat malam Bu,” sapa Wina gemetar.

            “Duduk”, ucap bu Sukma dengan pandangan menelanjangi.

            “Kamu tahu kenapa teman-temanmu saya panggil,” lanjut Bu Sukma lagi

            “Tahu bu, karena mereka sering melanggar tata tertib, sering membolos, jarang mengikuti pelajaran dan tidak pernah mengerjakan tugas dari guru”. “Kadang mereka juga membuat onar di sekolah,” papar Wina panjang lebar

            “Bagus, kamu paham, sangat paham dengan kelakuan teman-temanmu. Mereka memang salah, tapi yang paling bersalah diantara kalian adalah kamu,” cetus bu Sukma dengan pandangan tajam menusuk hati.

            Wina segera mengangkat kepalanya dengan pandangan terkejut.

            “Ke kenapa saya Bu,” kata Wina dengan terbata.

            “Ya, kamu adalah orang yang paling bersalah diantara teman-temanmu. Kamu siswa yang pandai mengapa pelit menularkan kepandaianmu kepada teman-temanmu. Kamu adalah siswa yang patuh dan disiplin, tapi mengapa kamu hanya berdiam diri saat temanmu melakukan pelanggaran, kamu adalah orang yang egois. “Kamu ingin merasa pandai sendiri, disiplin, patuh sementara kamu rela teman-temanmu yang kau anggap sahabatmu terpuruk, dicap anak bandel yang suka melanggar peraturan sekolah.”Kamu benar-benar siswa yang egois,” tandas Bu Sukma.

            Wina tergugu mendengar ucapan bu Sukma. Hatinya sakit disebut siswa yang egois. Ia menangis tersedu-sedu tanpa mampu mengeluarkan satu kata pembelaan.Selang beberapa saat bu Sukma menghampiri Wina, dia mengelus rambut panjang Wina sambil berkata dengan suara yang lebih lembut. “Nak, ibu berharap banyak padamu untuk merubah teman-temanmu menjadi lebih baik. Tahukah kamu sejak lama ibu mengamati ikatan persahabatan kalian, ibu merasa bangga. “Kalian ibarat pelangi yang memiliki beragam warna, tapi bisa menyatu dalam keindahan”. “Tularkan semua segi positifmu kepada teman-temanmu”. “Lakukan ini karena rasa cinta dan kasih sayang kepada teman-temanmu, perkara berhasil atau tidak jangan dipersoalkan. Hal yang terpenting kamu telah menunjukkan rasa cintamu kepada mereka. “Sanggupkah kamu melakukan ini demi mereka, sahabat-sahabatmu”, nasehat bu Sukma penjang lebar.

            Wina segera berdiri memeluk bu Sukma. Sambil tersedu ia menyanggupi permintaan guru BP tersebut. Hilang sudah anggapan negatif tentang bu Sukma selama ini. Bu Sukma ternyata guru yang perhatian dan menyayangi  murid-muridnya.

            Dua hari kemudian setelah insiden pemanggilan berjamaah, mereka berkumpul di sudut taman. Mereka berdiskusi tentang banyak hal. Tentang sebuah janji, tentang sebuah tekad memperbaiki diri. Janji-janji diikrarkan untuk menjadi  lebih baik lagi dilangkah-langkah mereka selanjutnya. Harapan dan mimpi-mimpi mereka lambungkan kelangit.

            “Kita pasti bisa gaes”, ucap Aji berapi-api.

            “Bimbing dan dampingi kami selalu ya Win,” ucap Elena melow.

            “Pasti, sampai ke ujung pelangi”, sahut Wina mantap.

 

 

 

Epilog

            Bu Sukma melipat surat dari salah satu muridnya dengan berkaca-kaca. Ingatannya segera terbang 10 tahun yang lalu. Memanggil 4 siswanya ternyata tidak sia-sia. Sekarang siswa-siswa badungnya telah mengukir prestasi yang membanggakan. Tamo telah berhasil menjadi pengusaha muda yang sukses, Aji ningrat yang jago nembang telah menduduki salah satu kursi di pemerintahan. Elena memiliki butik ternama di ibukota, desainer muda yang berbakat itu headline yang tertulis di majalah wanita. Dan muridnya yang kalem Wina, dia meneruskan bakatnya menjadi seorang guru SMA yang dicintai siswanya.

            “Terus raih mimpimu nak, sampai ke ujung pelangi”, ucap bu Sukma penuh kebanggaan.

4 komentar:

Peserta Selundupan yang Beruntung

Dering ponsel membuat jeda aktivitasku. Sebuah suara lembut menyapa syandu. “Halo sayang, bunda akan berkunjung ke Malang, bisakah kita bert...