Seorang pria separuh baya
Duduk di balkon rumah mewah
Pandangan matanya berjalan menelusuri awan biru
Tatapan mata murung tanpa cahaya
Wajah pucatnya menambah sendu
Andai ia mengangkat telunjuk
Seluruh dunia akan patuh pada titahnya
Dunia tergenggam erat dalam kuasanya
Harta...ia berlimpah ruah
Tahta... Ia berada dipuncak piramida
Lantas apakah arti wajah murung tanpa cahaya?
Telah sekian lama ia merenung
Mengeja masa demi masa dengan bingung
Semakin berlimpah mengapa semakin tak bergairah
Semakin bertahta mengapa hatinya semakin hampa
Cinta....
Yaa hidupnya jauh dari kata cinta
Ia berlari mengejar mimpinya hanya untuk menaklukkan dunia
Otaknya hanya berisi ambisi harta, tahta tanpa wanita
Ha ha ha wanita
Masih tergambar dengan jelas ingatannya
Saat nurbaya menangis, bersimpuh dikakinya
Hanya untuk mengajaknya menikah
Tapi demi janji kejayaan
Ia diam tak bergeming membiarkan nurbayanya pergi
Membawa semua mimpi
Sejak itu ia berikrar diri
Menutup hidup dari jatuh hati
Persetan dengan cinta ujarnya
Aku bisa bahagia dengan apa yang aku punya
Tapi sekarang lihatlah ia meratapi sepi
Hartanya tak bisa mengobati saat dia sendiri
Tahtanya hanya tertawa saat dia berduka
Andai saja dulu kuterima nurbaya
Hidupku tak sesunyi ini ujarnya
Nurbaya yang menghidangkan secangkir kopi
Dengan senyum manis menawan hati
Di sebuah rumah kecil di ujung desa
Menyaksikan anak cucu bercanda tawa
Aahh pasti sungguh sedap rasanya
Tapi itu semua hanya impian
Yang tak mungkin nyata
Ia semakin nelangsa
dengan tumpukan harta dan tingginya tahta
Akan kubawa kemana saat kumati
Sia-sia pilihan hidupku ini
Seorang pria separuh baya
Duduk di balkon rumah mewah
Pandangan matanya terpejam
Tertutup awan hitam
Tatapan mata pilu menahan rindu
Wajah pucatnya semakin sendu
Arep ngomong opo mbak BRO...MANTAP 👍👍👍
BalasHapusMaturnuwun mbkyuku
Hapus