Kamis, 20 April 2023

Raya Yang Merindu

 

Raya yang Merindu

Oleh : Widya Arema

Bola mata dewa perlahan menuju singgasana. Seperti separasi layar kehidupan. Hitam, putih, jingga dan kelabu. Biru langit  mulai berubah warna, menyenja di belahan bumantara. Selimut malam mengganti tahta di bentala. Putaran rolnya bergetar cepat. Hingga riuhnya membuyarkan sekawanan burung yang sedang khusyuk berdoa. Berjejer di atas ranting sebuah menara. Kidung takbir bersahutan menembus lorong ruang dan waktu. Menghiasi malam yang panjang dalam lisan yang basah dengan dzikir dan doa. Suara beduk bertalu pertanda kemenangan dikumandangkan. Allohu Akbar..Allohu Akbar..Walilahilham.

Sang alam raya sedang berpesta. Langit berpendar arupa warna. Suka, duka, syahdu berkahwin dalam satu wadah angkringan rasa. Saat seluruh penjuru alam bersuka dalam takbir kemenangan. Terpuruk daku di sudut sepi. Meratapi sepotong hati yang perih, terkoyak, tercabik hingga berasa mati. Sepi dan hening yang kurasa. Hanya ada rindu yang tercekat di laring suara. Ibu..aku rindu.

Masih kuingat hari itu, telepon berdering memecah hening di ruang kamarku.

“Nduk, kamu sudah dua Minggu ini tidak pulang, bagaimana keadaanmu. Sehat kan Nduk, sapa suara lembut itu. Maaf bu, saya sedang sibuk. Tugas dari kantor semua menuntut untuk diselesaikan, “ucapku tegas.

“Oalah ya wes nduk jika begitu kondisinya. Kamu jaga kesehatan ya nduk, jangan lupa makan, “suara berkabut menutup bincang sore itu. 

Ternyata itu perbincangan terakhirku dengan malaikatku. Sakit struk mengambil semua batas kesadaran ibu. Suara yang biasanya menyerukan doa-doa kini hening. Tangan lembut yang mengelus rasa sakit, kini kaku dan lemah. Tatapan mata yang biasanya penuh semburat warna, kuyu hanya menyisakan denyut kehidupan yang masih ada. 

Seminggu kemudian,,

Gerimis turun membasahi rona bumi. Gulungan awan berlomba menutupi setiap sudut hati ku yang basah. Siang itu aku sudah berada di pemakaman. Tetesan bening netra membasahi kembang setaman yang ditaburkan di atas pusara. Suara adzan pelan ditimpali doa serta isak tangis bercampur seribu tanda tanya mengambang di sudut abu-abu. 

“Kenapa secepat itu ibu meninggalkanku?”

Suara teriakan lincah bocah-bocah membawaku kembali dari kenangan itu. Tahun ini lebaran ku tanpa dia. Dia muara tempatku berasal. Memandu jalan kupu-kupu hingga aku tegak menopang langit di atas kepala. 

“Raya kali ini sepi tanpamu Bu. Kue nastar, dan stik keju yang biasanya memalingkan pandanganmu, tlah berjajar rapi. Tersaji di atas toples berdebu, tak tersentuh. 

Sepiring juadah yang jadi makanan yang ibu wajibkan setiap raya mengepulkan aroma rindu. Seperti rindu anakmu, rindu yang lupa berteduh.


Kuhamparkan sajadah di sholat Iedku. Sejuta doa berotasi di pusaran rindu. Kutitipkan sepotong keluh dalam udara pagi itu. Ikhlas ucapku bertalu, tapi kenapa rasanya sesak menusuk sembilu? 

Suatu hari aku akan belajar itu Ibu. Belajar mengikhlaskan kepergianmu. Senyummu akan kulukis di setiap lanskap pelataran hatiku. Pucuk-pucuk rindu akan kurawat di siluet senjaku. Sedangkan bilur-bilur waktu yang menghilir, setia bercerita kisah tentang mu. Malaikat tanpa sayap. Kutengadahkan kedua tanganku. Dalam pejam mataku aku berbisik merayu. 

“Ibu, engkau sudah tenang bersama Robbmu. Memandang anakmu dari zona berbeda yang tak bisa kusentuh. Kutitipkan sejumput doa atas rasa terimakasihku. Tolong sampaikan pada Tuhan, pesankan aku tempat di sisimu. Agar suatu hari nanti, aku bisa berbincang denganmu. Menyentuh ujung kakimu sambil berkata, ibu...maafkan aku.





.Juara 1 tulisan prosais terbaik dari 106 peserta kelas menulis Babad

Sabtu, 08 April 2023

CURICULUM VITAE

Nama : Widya Setianingsih
TTL : Malang, 29 September 1975
Pendidikan : Jurusan S1 PAI UIN Maliki Malang
Alamat : Jl. Kol. Sugiono 7 A Malang Jatim
Nama Panggilan : Widya Arema
Pengalaman : 
1. Pimred Kharisma dari tahun 2010- sekarang
2. Ketua GELEM (Gerakan Literasi Madrasah) 
2. Blogger, penulis, motivator dan editor

Peserta Selundupan yang Beruntung

Dering ponsel membuat jeda aktivitasku. Sebuah suara lembut menyapa syandu. “Halo sayang, bunda akan berkunjung ke Malang, bisakah kita bert...